TEMPO.CO, Jakarta - Kantor LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Jakarta dikepung oleh ratusan orang sekitar pukul 21.00 WIB sampai dini hari. Pengepungan yang dilakukan massa ini karena ingin membubarkan acara di dalam atas tuduhan acara kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Jelas hoax atau berita-berita bohong telah disiarkan, propaganda tuduhan yang mengada-ada telah diviralkan, instruksi-instruksi untuk menyerang LBH dilakukan secara sistematis dan meluas bahwa ini acara PKI," ungkap Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati dalam siaran persnya di Jakarta, 18 September 2017.
Berdasarkan pantauan Tempo, massa mengenakan atribut antara lain dari Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (FKPPI), Kebangkitan Jawara dan Pengacara (Bang Japar), Bamus Betawi, dan Pembela Tanah Air (peta). Massa mengancam akan terus mengepung jika tidak diizinkan masuk untuk ingin memastikan sendiri tidak ada atribut komunis.
Baca juga: Detik-detik Penyerangan Kantor LBH Jakarta
Asfina menjelaskan acara ini adalah acara "Asik Asik Aksi" yang dilakukan dalam rangka keprihatinan atas pembubaran acara seminar sejarah 1965 yang semula dilaksanakan di LBH Jakarta. Dalam acara kata dia, hanya diisi oleh penampilan seni, puisi, dan menyanyi dalam rangka keprihatinan atas pembubaran seminar tidak seperti yang dituduhkan massa. "Menyanyikan lagu genjer-genjer dan lain-lain, padahal sama sekali tidak ada. Kami khawatir ini ditunggangi oleh pihak-pihak yang menghendaki chaos dan rusuh," kata dia.
Asfina mengatakan LBH-YLBHI telah berulang kali menjelaskan tidak ada sama sekali acara ini terkait PKI. Dia menambahkan aparat kepolisian telah mengecek dan melakukan klarifikasi langsung kemudian menjelaskan kepada massa bahwa acara tidak terkait PKI. "Tetapi massa tidak mau mendengar dan melawan aparat," ucap dia.
Baca juga: Pembubaran Paksa Seminar 1965, LBH: Presiden Jangan Janji Manis
Asfina berpendapat LBH-YLBHI tidak pernah melakukan acara mendukung kebangkitan PKI. Dia menjelaskan yang selama ini dilakukan adalah mendampingi dengan dasar bantuan hukum dengan tidak memandang suku, agama, ras, politik, dan golongan. "Juga korban-korban yang distigma 65, mereka yang sama sekali tidak berafiliasi dengan PKI tapi jadi korban kemudian," ujar dia.
SYAFIUL HADI