TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Abdullah membantah anggapan bahwa fungsi pembinaan dan pengawasan MA kepada peradilan di bawahnya tidak berjalan pasca-penangkapan terhadap hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Bengkulu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut dia, penangkapan ini justru sebagai bukti bahwa MA serius melakukan bersih-bersih atas lembaganya.
“Jadi OTT ini salah satu hasilnya. Ada berbagai pihak yang memberi pernyataan bahwa masih adanya OTT menunjukkan pola pengawasan pembinaan enggak jalan. Ini enggak benar,” katanya di kantor MA, Jakarta Pusat, Jumat, 8 September 2017.
Baca: Kronologi OTT Bengkulu yang Menjerat Hakim Tipikor
Abdullah mengatakan pembinaan oleh MA sejak pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, hingga ke MA sudah ketat sejak Peraturan MA tentang Pengawasan dan Pembinaan dikeluarkan. Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan MA Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya.
Peraturan tersebut, kata Abdullah, mengatur penegakan disiplin, pembinaan, pengawasan, dan pengaduan masyarakat. “Aparatur pengadilan dilarang berhubungan langsung dengan pihak lain yang berperkara,” ujarnya.
Baca: OTT Hakim di Bengkulu, KPK Apresiasi Sikap Mahkamah Agung
KPK menetapkan tiga tersangka yang terlibat dalam dugaan suap terhadap hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bengkulu. Mereka adalah hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu, Dewi Suryana, dan panitera pengganti PN Bengkulu, Hendra Kurniawan, sebagai penerima suap, serta dan Syuhadatul Islamy sebagai pemberi suap.
Suap terhadap hakim ini terkait dengan putusan perkara kasus dugaan tindak pidana korupsi kegiatan rutin tahun anggaran 2013 di Badan Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan, dan Aset Kota Bengkulu. Hakim ditawari uang suap Rp 125 juta.
Abdullah mengklaim OTT terhadap hakim tersebut karena informasi intelijen dari MA. Informasi ini dikirimkan ke KPK yang dinilai berwenang mengusut dugaan kasus korupsi. "OTT di Bengkulu infonya dari internal MA. Kemudian disampaikan ke KPK agar dapat dilakukan tindakan," ucapnya.
Kritik terhadap MA sebelumnya muncul dari Komisi Yudisial yang menilai pengawasan di lembaga tersebut tidak berjalan. Sebab, penangkapan hakim di PN Bengkulu tak lama setelah KPK mencokok panitera pengganti di PN Jakarta Selatan. KY menilai korupsi di lembaga peradilan bukan lagi karena ada pihak yang berbuat, tapi sistem.
ARKHELAUS W.