TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah aktivis hak asasi manusia mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera memenuhi janji menuntaskan pengusutan kasus pembunuhan aktivis hak asasi, Munir Said Thalib atau Munir. Janji itu diucapkan Jokowi dalam kampanye pemilihan presiden 2014. Saat ini pemerintahan Presiden Jokowi telah memasuki tahun ketiga.
“Penyelesaian kasus Munir harus menjadi prioritas (pemerintahan Jokowi),” kata Direktur Imparsial Al Araf di Jakarta, Rabu, 6 September 2017.
Baca juga: 13 Tahun Munir, Aktivis Desak Jokowi Buka Hasil Investigasi TPF
Munir tewas di pesawat dalam penerbangan Jakarta-Amsterdam pada 7 September 2004. Menurut pemeriksaan Nederlands Forensisch Instituut, Munir tewas akibat keracunan akut arsenik yang masuk melalui mulut. Tim pencari fakta (TPF) bentukan pemerintah sempat mengungkap dugaan bahwa kematian Munir terkait dengan salah satu lembaga intelijen. TPF juga telah menyerahkan dokumen hasil investigasi mereka ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun hingga kini dokumen itu belum dibuka ke publik. Bahkan belakangan pemerintah menyatakan dokumen setebal 100 halaman itu hilang.
Al Araf meminta Jokowi menempuh tiga langkah untuk merampungkan pengusutan kasus pembunuhan tersebut. Pertama, membuka dokumen TPF kasus pembunuhan Munir ke publik. Menurut dia, klaim bahwa dokumen itu hilang hanyalah dalih pemerintah yang enggan mengusut perkara Munir.
Kedua, ujar Al Araf, pemerintah memanggil semua anggota TPF ke Istana agar memberi keterangan. Ketiga, pemerintah membentuk tim baru untuk melanjutkan investigasi.
Mantan sekretaris TPF, Usman Hamid, menjelaskan, tim sudah melaporkan hasil investigasi ke Presiden Yudhoyono pada 24 Juni 2005. Namun, hingga kemudian dinyatakan hilang, dokumen temuan TPF itu tak kunjung diumumkan pemerintah ke publik. Hilangnya dokumen TPF itu memunculkan keraguan akan komitmen pemerintah menuntaskan kasus Munir. “Sulit dipercaya dan dipahami bahwa laporan itu hilang secara teknis,” ujarnya.
Suciwati, istri Munir, berharap pemerintah serius mengusut kematian suaminya. “Ini tergantung kemauan politik dari Presiden, karena kasus ini tak kunjung dibuka,” tuturnya. “Harus ada tindakan serius. Presiden keluarkan keputusan.”
Pihak Istana masih belum bersedia memberi tanggapan atas permintaan para aktivis hak asasi tersebut terkait dengan kasus Munir. Juru bicara kepresidenan, Johan Budi, tidak bersedia berkomentar banyak. “Tanya ke Pak Pratik (Menteri Sekretaris Negara Pratikno) saja, saya belum konfirmasi,” katanya.
DANANG FIRMANTO