TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Yudisial menyesalkan operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap hakim Pengadilan Negeri Bengkulu. Juru bicara KY, Farid Wajdi, mengatakan penangkapan ini adalah bukti bahwa sistem pengawasan di Mahkamah Agung tidak berjalan baik.
"Baru sebulan lalu panitera pengganti di PN Jaksel kena OTT KPK (sudah ada yang ditangkap lagi)," kata Farid menyampaikannya melalui pesan pendek, Kamis, 7 September 2017.
Baca: OTT di Bengkulu, Humas PN Bengkulu Sebut 2 Hakim...
KY mencatat 28 aparat pengadilan (hakim, panitera, dan pegawai lainnya) yang terjaring operasi tangkap tangan KPK sepanjang 2016. Hal ini menunjukkan bahwa penyebabnya bukan lagi karena oknum. “Ada sistem pembinaan yang tidak jalan di MA," ujarnya.
Para aparat hukum yang tertangkap tak bisa lagi disebut “oknum” lantaran kejadian terus berulang. Rentang waktunya pun tidak terpaut jauh. Ia menilai pimpinan MA perlu melakukan bersih-bersih dan pembenahan internal.
"MA harus mampu meyakinkan dirinya dan publik bahwa perbuatan merendahkan profesi dan lembaga peradilan adalah perbuatan tercela," kata Farid. Ia juga menyarankan agar mencari jalan keluar dan biang pengkhianatannya.
Baca juga:
Tempo Minta Aris Budiman Melapor ke Dewan Pers
Korupsi Stadion GBLA, Negara Disebut Merugi Rp 103...
KPK melakukan operasi tangkap tangan di Bengkulu pada Rabu sore, 6 September 2017. Dalam operasi itu, lebih dari lima orang dari kalangan swasta dan pegawai negeri dicokok. Di antaranya adalah hakim dan panitera.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Bengkulu Komisaris Besar Herman mengatakan penangkapan dilakukan sehubungan dengan perkara Wilson, mantan Kepala Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bengkulu.
Mereka yang terjaring di Bengkulu itu bakal dibawa ke kantor KPK untuk diperiksa. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan hasil OTT akan disampaikan pimpinan KPK pada sore atau malam ini. Rencananya, pimpinan Mahkamah Agung juga akan datang pada acara itu.
MAYA AYU PUSPITASARI