TEMPO.CO, Jakarta - Guru besar hukum internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan sanksi ekonomi hingga penggunaan kekerasan (use of force) dapat dijatuhkan kepada Myanmar untuk menyelamatkan etnis Rohingya.
"Bentuk tindakan R2P bisa berupa sanksi ekonomi hingga penggunaan kekerasan (use of force). Dalam konteks ini ASEAN dapat melaksanakan R2P (responsibility to act) untuk menyelamatkan etnis Rohingya," ujar Hikmahanto di Jakarta, Senin, 4 September 2017.
Baca juga: Mengapa Harus Hati-hati Sikapi Kasus Rohingya, Catatan Ansor..
Ia mengatakan R2P adalah suatu aksi masyarakat internasional yang tidak mengenal batas wilayah kedaulatan untuk memastikan agar kejahatan terhadap kemanusiaan seperti ethnic cleansing atau genosida tidak terjadi.
Hari ini Menteri Luar Negeri Indonesia Retno L.P. Marsudi dijadwalkan bertemu dengan Aung San Suu Kyi. Dalam pertemuan tersebut Menlu diharapkan dapat meminta agar kekerasan yang dilakukan oleh otoritas Myanmar terhadap etnis Rohingya dihentikan.
"Menlu perlu mengingatkan apa yang terjadi terhadap etnis Rohingya bisa masuk kategori genosida," kata dia.
Hal itu telah banyak disampaikan oleh pejabat berbagai negara. Bila kekerasan tidak juga dihentikan, masyarakat internasional dapat bertindak atas Myanmar berdasarkan konsep yang dikenal dalam hukum internasional, yaitu R2P.
Selain itu, ia menegaskan, ASEAN memiliki kewajiban mengatasi krisis Rohingya karena ini masalah regional. ASEAN harus memiliki makna atas adanya tindakan pemerintah negara anggotanya yang melakukan ethnic cleansing.
"Jangan sampai ASEAN gagal dalam menjalankan kewajiban internasionalnya, bahkan mendiamkan atau membiarkan suatu kejahatan internasional," kata dia.
Oleh karena itu, setelah pertemuan dengan Aung Sang Suu Kyi, pemerintah Indonesia dapat memanggil sidang darurat untuk mengambil langkah-langkah yang tepat bagi ASEAN terhadap Myanmar.
"Bila ethnic cleansing masih terus terjadi, ASEAN dapat melakukan embargo ekonomi terhadap Myanmar. Diharapkan tindakan ASEAN ini akan didukung dan diikuti oleh negara-negara lain di dunia," kata Hikmahanto soal krisis Rohingya.
ANTARA