TEMPO.CO, Jakarta - Dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa agar segera turun tangan dan menghentikan kebrutalan militer Myanmar terhadap etnis Rohingnya di negara tersebut.
"PBB harus turun tangan dan meminta penghentian kekejaman terhadap etnis Rohingya," kata Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Saifullah Yusuf di Surabaya, Jumat, 1 September 2017.
Baca juga: Surat Terbuka Peraih Nobel Kritik Aung San Suu Kyi Soal Rohingya
Saifullah Yusuf yang juga menjabat Wakil Gubernur Jawa Timur itu menilai tindakan militer Pemerintah Myanmar yang membunuh, memperkosa dan menganiaya warga etnis Rohingya adalah pelanggaran hak asasi mansia. Bahkan, Gus Ipul demikian ia biasa disapa, tindakan militer Myanmar itu bisa disebut sebagai pembunuhan massal.
Selain itu, kata dia, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar, Indonesia juga harus ikut ambil bagian untuk menyelamatkan etnis Rohingya. "Kepada warga muslim di Tanah Air dan di seluruh dunia, mari bersatu untuk selalu mendoakan dan memberikan bantuan moril kepada saudara kita," ucap Gus Ipul.
Baca juga: 23 Jasad Rohingya Ditemukan Terdampar di Pantai Bangladesh
Ketua PP Muhammadiyah Bahtiar Effendi, mengatakan jika krisis Myanmar dibiarkan bisa mengancam stabilitas keamanan di kawasan Asia Tenggara. Krisis kemanusiaan yang dialami etnis Rohingnya akan menumbuhkan perlawanan terhadap Myanmar, perdagangan manusia, dan imigran ilegal yang bisa membanjiri kawasan di sekitarnya.
PP Muhammadiyah juga meminta ASEAN untuk menekan Myanmar di antaranya lewat pertimbangan pembekuan keanggotan Myanmar dari ASEAN. Karena besarnya jumlah korban, ASEAN diharapkan tidak mengedepankan prinsip non-intervensi dan menggantinya dengan ikut bertanggung jawab dalam menyelesaikan krisis ini.
Baca juga: Rohingya Angkat Senjata, Ribuan Warga Lari dan Dievakuasi
Aktivis HAM seluruh dunia juga diminta untuk ikut ambil bagian dalam memperhatikan krisis Rohingya. "Dalam hal ini, PP Muhammadiyah bersedia memimpin untuk menggalang bantuan dan dukungan bagi etnis Rohingya," kata dia.
PP Muhammadiyah juga mendesak Mahkamah Kejahatan Internasional untuk mengadili pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam kasus ini. Komite hadiah nobel pun diminta mencabut hadiah Nobel bagi pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi karena alih-alih mendamaikan malah memperburuk keadaan.
Baca juga: Bahas Nasib Rohingya, Menteri Retno ke Myanmar
Perserikatan Bangsa-Bangsa juga diminta turun tangan mengingat Myanmar tak punya itikad baik dalam menyelesaikan konflik. Kepada Bangladesh, PP Muhammadiyah juga meminta negara tersebut membuka perbatasan untuk alasan kemanusiaan.
"PBB menyebut Rohingya sebagai etnis paling tertindas di muka bumi. Mereka tertolak di Myanmar dan tertindas di Bangladesh. Karena ketidakjelasan identitas ini akhirnya akses mereka terhadap pendidikan, kesehatan, dan tempat tinggal layak sangat terbatas," ucap dia.
Baca juga: Tekan Rohingya, Bangladesh Tawarkan Opsi Militer kepada Myanmar
Berdasarkan pantauan PP Muhammadiyah dalam satu pekan terakhir 3.000 etnis Rohingya mengungsi ke perbatasan Bangladesh untuk menghindar dari kebrutalan militer Myanmar. Jumlah korban mencapai 800 orang baik dari perempuan dan anak-anak.
ANTARA