TEMPO.CO, Padang - Gempa bumi 6,2 skala Richter (SR) yang mengguncang Padang dan Kepulauan Mentawai serta sebagian Sumatera Barat Jumat dinihari, 1 September 2017, terjadi di zona megathrust (gempa besar) Mentawai. Menurut ahli geologi, skala yang menunjukkan peningkatan harus diwaspadai.
“Ini harus diwaspadai, karena tren gempa di daerah megathrust Mentawai semakin meningkat levelnya. Dari catatan gempa yang kita amati dua tahun lalu levelnya 5 SR, sekarang sudah maju ke level 6,” kata Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sumatera Barat Ade Edward.
Baca: Gempa 6,2 SR di Mentawai, Warga Mengungsi ke Pondok Evakuasi
Ade meminta pemerintah mewaspadai potensi gempa megathrust di Mentawai yang diperkirakan makin mendekati waktunya. Ia mengatakan di zona tumbukan yang sudah terkunci akibat gempa dini hari tadi membuat ketahanannya berkurang.
Dalam posisi terkunci, kata dia, yang menahan adalah batu-batuan di daerah itu. "Yang perlu diwaspadi adalah tahanannya berkurang, kesimbangannya berubah. Mudah-mudahan masih bertahan lama karena ke depan akan ada gempa-gempa lagi di atas level 6 SR,” kata Ade.
Simak: Gempa 6,2 SR Guncang Mentawai, Tak Berpotensi Tsunami
Megathrust adalah zona subduksi (tumbukan) antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Daerah lepas pantai barat Kepulauan Mentawai berada di titik nol permukaan pertemuan lempeng yang menunjam ke bawah.
Menurut Ade gempa Jumat dini hari berada di zona megathrust Mentawai, tapi di bagian yang lebih dalam atau di zona pertemuan lempeng di kedalaman hampir 60 kilometer dan berada di tengah Mentawai.
“Megathrust itu lempengannya lebih dangkal, pembukaan lempeng di bagian lepas pantai barat Mentawai yang menjadi titik nolnya. Di ring of fire Padang itu di kedalaman 150 kilometer, makin ke barat makin dangkal. Kalau semakin dangkal efek kerusakannya semakin tinggi,” kata Ade.
FEBRIANTI