TEMPO.CO, Jakarta - Sehari sebelum Hari Raya Idul Adha dikenal dengan hari Arafah karena umat Islam yang beribadah haji sedang berkumpul di Padang Arafah untuk menjalankan prosesi wukuf. Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam mengatakan setidaknya ada tiga hal penting yang pernah disampaikan Nabi Muhammad SAW 15 abad lalu.
Pertama, kata Asrorun, Nabi Muhammad mengingatkan tentang persamaan dan kesetaraan manusia di hadapan Allah SWT. “Yang paling mulia di antara kita adalah yang paling tinggi derajat takwanya, bukan karena etnis, suku, golongan, pangkat, jabatan, atau asal-usulnya,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis, 31 Agustus 2017, tentang hari Arafah.
Baca:
204 Ribu Calon Haji Asal Indonesia Tiba di Arafah untuk Wukuf
Dua Juta Jemaah Haji Wukuf di Arafah meski Panas Menyengat
Kegiatan wukuf di Arafah, kata Asrorun, dapat dimaknai bahwa semua manusia sama dan sederajat. Asrorun menuturkan ritual tersebut memperlihatkan semua jemaah dipersatukan dalam busana yang seragam, dua helai kain yang menutupi aurat, tak ada pangkat, tak ada jabatan, dan tak ada kekayaan.
Menurut Asrorun, dalam suatu khotbah, Nabi Muhammad pernah menekankan tentang persamaan antarmanusia, tidak tersekat ras, suku, dan warna kulit.
Sebagai ciptaan Tuhan, kata dia, manusia bertugas memakmurkan Bumi dan membangun harmoni antar-sesama makhluk. Karena itu, dalam perbedaan yang beragam, baik warna, bersuku bangsa, dan berbagai agama, kekeluargaan di tengah keragaman wajib dijaga.
Simak juga: Panas di Arab Capai 50 Derajat, 68 Calon Haji Indonesia Tumbang
Asrorun menuturkan perbedaan itu harus dinilai sebagai keniscayaan yang harus dimaknai sebagai realitas. Tanggung jawab setiap manusia adalah saling mengenal dan berlomba menjadi yang terbaik.
“Kebinekaan harus dirawat karena sebagai sarana untuk bersinergi, saling berlomba dalam hal kebaikan dan ketakwaan, serta saling mendukung untuk mewujudkan kemaslahatan umum," ucapnya terkait dengan makna hari Arafah.
LARISSA HUDA