TEMPO.CO, Jakarta -Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Badaruddin mengatakan pihaknya akan membekukan perusahaan atau individu yang diduga terlibat dalam kejahatan terorisme atau senjata pembunuh masal. Hal tersebut sekaligus menjadi langkah nyata dari peraturan bersama yang ditetapkan PPATK bersama instansi terkait pada 31 Mei lalu.
Baca juga:
Kepala PPATK: Telusuri Aliran Dana Bisa Cegah Terorisme
"Nah ini yang kita sekali ini memakai istilah yang disebut dengan eksekutif power, artinya pihak eksekutif yang melaksanakan," ucap Kiagus.
Baca pula:
Ketua PPATK Sebut Pendanaan Terorisme dari Person to Person
Selanjutnya perwakilan RI di PBB akan mengirimkan laporan pada menteri luar negeri. Kemudian nantinya Kemenlu akan meminta PPATK untuk menindaklanjuti pembekuan terhadap nama-nama yang tertulis pada resolusi tersebut. Untuk bisa melakukan pembekuan, Kepala PPATK akan mngirimkan surat pada Kapolri, Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapetan), dan Badan Intelijen Nasional (BIN) untuk mendapatkan rekomendasi.
Setelah Ada rekomendasi, kepala PPATK akan menetapkan tersangka atau terduga yang terlibat dalam pengembangan senjata pemusnah masal tersebut."Nantinya nama-nama yang telah ditetapkan tersebut akan dikirimkan kepada lembaga yang sebut lembaga pengawas dan pegatur. Dalam hal ini, kalau kita lihat ya Bank dan OJK," ucap Kiagus.
Nantinya perbankan bertugas meneliti nama-nama tersebut apakah memiliki aset pada bank yang bersangkutan atau tidak. Jika ditemukan aset, maka aset tersebut harus segera dibekukan.
Semua proses sejak keluarnya daftar nama dari Dewan Keamanan PBB hingga penyerahan nama tersebut dari PPATK ke Bank berlangsung dalam waktu satu hari. Hal ini untuk mencegah kemungkinan dana dipindahkan atau kemungkinan-kemungkinan lainnya terkait aksi terorisme.
BIANCA ADRIENNAWATI I S. DIAN ANDRYANTO