TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menawarkan layanan bantuan dan perlindungan kepada keluarga Zoya, korban pembakaran di Bekasi pekan lalu. Layanan tersebut juga ditawarkan untuk saksi kasus.
Wakil Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo, mengatakan perlindungan tak langsung diberikan kepada keluarga Zoya karena diperlukan persetujuan dari subjek terlindung. Aturan tersebut tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. “Kami sudah menjalin komunikasi melalui kuasa hukum keluarga korban," kata dia seperti dilansir keterangan tertulis, Rabu, 9 Agustus 2017.
Baca juga: Polisi Bekasi Beberkan Peran Tiga Pelaku Pembakaran Zoya
Hasto mengatakan pihaknya juga telah menitipkan formulir permohonan perlindungan yang bisa langsung diisi jika keluarga korban setuju untuk mengajukan permohonan perlindungan.
Hasto mengatakan, keluarga korban mungkin membutuhkan perlindungan dalam bentuk bantuan terkait dengan proses peradilan kasus. Dia mengatakan perlindungan selama masa peradilan penting karena potensi ancaman yang sangat besar. Terdapat potensi ancaman bagi keluarga dan saksi seiring kesadisan tindak pidana serta banyaknya pelaku yang terlibat. "Karenanya sangat mungkin nantinya salah satu bentuk perlindungan yang kami berikan adalah perlindungan fisik," ujar dia.
Hasto menganggap keluarga juga penting mendapat layanan pemenuhan hak prosedural. Pasalnya, proses peradilan yang diikuti terhitung panjang. Layanan ini memastikan hak korban tidak terlanggar.
Hasto mengatakan perlindungan fisik dan pemenuhan hak prosedural penting agar mereka bisa memberi keterangan dengan aman dan nyaman. Informasi dapat membantu mengungkap tindak pidana. LPSK juga perlu memberikan pemulihan psikologis kepada istri dan anak korban. Dia menilai mereka mengalami trauma psikologis atas peristiwa tersebut.
LPSK sudah memiliki layanan rehabilitasi psikologis, termasuk untuk anak. Hasto mengatakan pihaknya memiliki pengalaman memulihkan psikologis keluarga korban pembunuhan sadis saat memberikan pemulihan kepada anak dan istri Salim Kancil.
Selain pemulihan medis, LPSK melihat penting adanya pemulihan psikososial. Misalnya, pekerjaan untuk istri korban dan jaminan keberlangsungan pendidikan untuk anak korban karena korban merupakan tulang punggung keluarga.
Untuk rehabilitasi psikososial, LPSK bekerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja, Kedua lembaga tersebut akan mencarikan peluang lapangan pekerjaan maupun pelatihan keterampilan bagi istri korban. Sementara untuk keberlangsungan pendidikan, LPSK akan menggandeng Dinas Pendidikan agar bisa memberikan hak pendidikan untuk anak korban pada saat usia sekolah nanti.
Selain pemulihan, Hasto menjelaskan bahwa korban memiliki hak atas restitusi atau ganti rugi dari pelaku. LPSK akan memfasilitasi restitusi jika korban merasa perlu meminta ganti rugi. "Terkait tawaran layanan-layanan tersebut LPSK berharap kuasa hukum menjelaskan dengan baik kepada keluarga korban," ujarnya.
Selain kepada keluarga korban, LPSK sangat terbuka jika ada saksi lain, termasuk saksi di TKP yang ingin memberikan keterangan namun takut mendapatkan ancaman. “Saat kejadian banyak orang yang sebenarnya menyaksikan, namun bisa saja mereka takut bersaksi mengingat jumlah pelaku banyak ini mungkin saja kenal dengan saksi," kata Hasto.
AM alias Zoya tewas akibat dikeroyok dan dibakar hidup-hidup oleh massa di sebuah pasar di Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada 1 Agustus 2017. Dia dituduh mencuri amplifier milik musala Al Hidayah.
Polisi telah menetapkan lima tersangka atas kasus pengeroyokan dan pembakaran Zoya. Mereka adalah NA, SU, AL, KR, dan SD. Tersangka SD diduga membeli bensin, menyiramkannya pada Zoya, dan membakarnya.
VINDRY FLORENTIN