TEMPO.CO, Jakarta - Nama Viktor Laiskodat baru-baru ini mencuat setelah Partai Amanat Nasional melaporkannya ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Viktor dilaporkan karena pidatonya di Nusa Tenggara Timur pada 1 Agustus 2017, yang menyebutkan adanya sejumlah partai di Indonesia yang masih mendukung paham khilafah.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP PAN Surya Imam Wahyu melaporkan Viktor karena menilai materi yang disampaikannya bisa mengganggu harmoni dan dapat memicu gesekan secara sosial dan keagamaan. Pidatonya juga memuat unsur-unsur melanggar pasal penodaan agama. "Mengandung tentang tuduhan tendesius yakni fitnah terhadap partai politik," kata Surya setelah melaporkan ke Bareskrim, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat, 4 Agustus 2017.
Baca: NasDem Beri Bantuan Hukum bagi Viktor Laiskodat
Meski selama ini namanya tidak begitu populer, pria kelahiran Kupang, NTT, 17 Februari 1965 itu mempunyai karir politik yang mulus. Pada tahun 2014, pemilik nama lengkap Viktor Bungtilu Laoskodat maju sebagai calon legislatif dari kota kelahirannya melalui Partai Nasional Demokrat. Ia bersama Jhonny G. Plate pun akhirnya menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat mewakili NTT karena partai pengusungnya mendapat jatah dua kursi. Dia masuk komisi I yang membidangi pertahanan, komunikasi dan informasi, intelejen, serta luar negeri.
Viktor kemudian ditunjuk menjadi Ketua Dewan Pimpinan Pusat NasDem pada 2014 pasca-terpilih sebagai anggota dewan. Saat itu, terjadi pertarungan antara Joko Widodo dengan Prabowo Sugianto dalam pemilihan presiden 2014.
NasDem yang mendukung Jokowi kemudian menunjuk Viktor sebagai salah satu anggota tim pemenangan. Jabatannya di tim itu sebagai badan pemenangan dari Partai NasDem. Meski kemenangan Jokowi di pilres 2014 tak membuatnya masuk dalam jajaran kabinet, karir politik Viktor kian melesat.
Masih di tahun yang sama, tepatnya Oktober 2014, Viktor diangkat menjadi Ketua Fraksi. Anggota DPR dari daerahnya, Johnny G. Plate menduduki jabatan yang ia tinggalkan sebagai Ketua DPP NasDem.
Simak pula: Ke MKD, PKS dan Demokrat Tuntut Viktor Laiskodat Mundur dari DPR
Viktor juga sempat ditunjuk oleh NasDem menggantikan salah satu koleganya di DPR, Akbar Faisal, sebagai anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Saat itu, MKD sedang mengusut kasus pelanggaran etika Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus 'Papa Minta Saham'.Viktor termasuk dari sembilan anggota MKD yang menilai Novanto bersalah dalam kasus yang menyeret nama mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said, dan Mantan Direktur PT Freeport, Maroef Sjamsoeddin itu.
Dalam perjalanan politiknya, Viktor kerap disandingkan dengan sejumlah pernyataanya yang pro-kebijakan pemerintahan Jokowi. Terakhir, pembuatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan atau Perpu Ormas. Perpu tersebut dipermasalahkan oleh sejumlah partai oposisi pemerintah itu kerap menuai kontroversi.
Menurut Johnny, dukungan Viktor terhadap Perpu Ormas itulah yang menjadi dasar pidato koleganya di Kupang pada 1 Agustus lalu. Ia menilai isi pidato Viktor merupakan upaya untuk menjaga Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai pondasi bangsa dari ancaman ideologi lain.
Dalam pidatonya itu Viktor mengatakan ada kelompok ekstremis yang hendak mengubah konsep pemerintahan di Indonesia menjadi khilafah. Ia menuding Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Amanat Nasional sebagai partai intoleran dan pendukung paham khilafah lantaran menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Organisasi Masyarakat.
Menurut Johnny, bila partai-partai tersebut tidak ingin dianggap mendukung khilafah maka seharusnya mendukung Perpu itu. "Kalau menolak Perpu tersebut berarti yang diomongin Viktor Laiskodat benar dong," kata Johnny saat dihubungi Tempo, Jumat, 4 Agustus 2017.
EGI ADYATAMA | AHMAD FAIZ