TEMPO.CO, Jakarta - Mantan anggota Komisi II DPR Miryam S. Haryani menerima putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Majelis yang diketuai hakim Frangki Tambuwun itu menolak keberatan Miryam terhadap dakwaan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi terhadapnya.
"Saya enggak ada masalah kok. Saya enjoy-enjoy aja. Saya mengikuti proses hukum dan saya mempersiapkan sidang-sidang berikutnya. Udah," kata Miryam di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 7 Agustus 2017.
Baca juga: Keberatan Miryam S Haryani atas Dakwaan Jaksa Ditolak Hakim
Miryam mengatakan untuk selanjutnya dia bakal membuktikan bahwa ia tak bersalah seperti yang didakwakan jaksa dengan menggunakan keterangan saksi. Menurut dia, para saksi akan mengatakan mana yang salah dan mana yang benar. "Sebenarnya saya lebih condong ke sana," kata dia.
Miryam didakwa memberikan keterangan palsu saat bersaksi dalam sidang korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Ia didakwa berbohong karena mencabut seluruh keterangan dalam pemeriksaan dengan alasan mendapat tekanan dari penyidik sehingga memberi keterangan yang tidak benar.
Tim kuasa hukum Miryam lantas mengajukan keberatan atas dakwaan tersebut. Alasannya perkara pemberian keterangan palsu bukan kewenangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, melainkan kewenangan peradilan umum. Sebab, Pasal 22 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang didakwakan kepada Miryam tercantum dalam Bab III Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tentang pidana lain.
Miryam juga keberatan karena perkara pokok yang menjadikannya terdakwa, yakni korupsi e-KTP, belum berkekuatan hukum tetap. Sehingga jaksa tidak berwenang memproses Miryam sebagai terdakwa pemberi keterangan palsu.
Simak pula: Sidang Eksepsi, Kenapa Miryam Optimistis Pembelaannya Diterima?
Menurut majelis hakim, tim kuasa hukum Miryam memberikan penafsiran sendiri. Adanya Pasal 22 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah untuk melindungi kepentingan hukum demi kelancaran pengungkapan perkara korupsi.
Dalam pertimbangannya, hakim juga menyatakan bahwa proses hukum perkara Miryam tak perlu menunggu perkara pokok korupsi e-KTP diputus dan berkekuatan hukum tetap. "Tak ada ketentuan harus menunggu perkara lain selesai. Oleh karenanya keberatan itu tidak beralasan dan harus ditolak," ujar Frangki.
Majelis memutuskan bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang untuk mengadili perkara Miryam S. Haryani. Oleh karena keberatan ditolak seluruhnya, maka majelis menetapkan untuk melanjutkan pemeriksaan politikus Hanura tersebut atas dasar dakwaan jaksa.
MAYA AYU PUSPITASARI