TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mempertanyakan dasar hukum yang digunakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengizinkan Muchtar Effendi keluar menghadiri sidang Panitia Khusus Angket KPK oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Muchtar adalah terpidana pemberi keterangan palsu dalam perkara suap sengketa pemilihan kepala daerah.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan kewenangan KPK terhadap Muchtar terputus ketika terpidana korupsi sudah dieksekusi. Kewenangan terhadap Muchtar kini berada di Kementerian Hukum dan HAM.
"Memang ada domain kewenangan Menteri Hukum dan HAM di sana. Saya kira sebaiknya itu ditanyakan kepada pihak Kementerian apa dasar hukumnya, kenapa itu (mengizinkan Muchtar keluar penjara) dilakukan," katanya di gedung KPK, Kamis, 27 Juli 2017.
Meski Muchtar sudah menjadi kewenangan Kementerian Hukum dan HAM, Febri menyesalkan tak adanya koordinasi yang dilakukan dengan lembaganya. Sebab, Muchtar yang kini masih mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin itu kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam perkara suap sengketa pilkada yang melibatkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar.
"Kami berharap seharusnya ada koordinasi yang dilakukan karena yang bersangkutan juga sedang menjadi tersangka yang ditangani KPK," ujarnya.
Menurut Febri, Kementerian Hukum dan HAM seharusnya berkoordinasi dengan baik dengan KPK. Terlebih, Kementerian Hukum dan HAM, yang berada di bawah Presiden Joko Widodo, seharusnya memperlihatkan komitmen untuk memberantas korupsi.
Pemanggilan Muchtar oleh DPR untuk bersaksi dalam sidang Pansus Angket KPK bertujuan mengusut adanya pelanggaran yang dilakukan KPK selama memeriksa saksi dan tersangka. Angket ini muncul ketika Miryam S. Haryani, salah satu saksi korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik, mengatakan telah ditekan penyidik KPK sehingga memberikan keterangan tidak benar selama penyidikan.
MAYA AYU PUSPITASARI
KPK Pertanyakan Dasar Hukum Muchtar Effendi Hadiri Pansus Angket
Editor
Jumat, 28 Juli 2017 05:01 WIB