TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mendalami kejahatan korporasi yang diduga dilakukan PT Duta Graha Indah (DGI). Untuk itu komisi antirasuah akan menelisik juga proyek-proyek yang ditangani PT Nusa Konstruksi Enjineering. "PT DGI telah berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjineering (NKE),” kata Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di gedung KPK, Jakarta, Selasa malam, 25 Juli 2017.
KPK telah menetapkan PT DGI menjadi tersangka tindak pidana korporasi dalam pekerjaan pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009-2010. Penetapan ini merupakan pengembangan dari penyidikan perkara yang sama dengan tersangka sebelumnya, yaitu Direktur Utama PT DGI Dudung Purwadi (DPW) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Universitas Udayana Made Meregawa (MDM).
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif sebelumnya mengatakan, PT DGI yang telah berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjineering diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang ain atau suatu korporasi. "Nilai proyek sekitar Rp 138 miliar," kata Syarif. Diduga telah terjadi kerugian negara sekitar Rp25 miliar dalam pelaksanaan proyek rumah sakit tersebut.
PT DGI disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Baca juga: KPK Tetapkan PT DGI Tersangka Korporasi dalam Kasus Rumah Sakit
Syarif menegaskan penetapan pidana korporasi tersebut menjadi terobosan baru bagi KPK. Menurut dia, dengan terbitnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi beberapa waktu lalu semakin meyakinkan KPK untuk menyidik korporasi sebagai subjek tindak pidana korupsi.
Hal tersebut, kata dia, atas dasar bahwa korporasi dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana dan sebagai sarana untuk menyembunyikan hasil kejahatan dan dapat pula memperoleh keuntungan dari suatu tindak pidana. "Oleh karena itu, pertanggungjawaban pidana korporasi diperlukan untuk menghentikan keadaan tersebut. Sebagai syarat pemidanaan, tugas penegak hukum harus dapat membuktikan kesalahan korporasi," kata Syarif.
Baca: KPK: Perma Pidana Korporasi Makin Menjamin Penegakan Hukum
Dalam perkara pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana itu, kata Syarif, diduga terdapat penyimpangan. "Pertama, rekayasa dalam penyusunan Harga Perkiraan Sementara (HPS)," katanya. Kedua rekayasa dalam proses tender dengan mengkondisikan PT DGI sebagai pemenang tender.
Ketiga, aliran dana dari PT DGI kepada perusahaan lain dan dari perusahaan Nazaruddin (mantan Bendara Umum Partai Demokrat) pada PPK dan panitia. "Berikutnya lagi atas dugaan kemahalan satuan harga dengan pemerintah membayar lebih tinggi," kata Syarif. Dengan alasan itu penyidik KPK merasa perlu menyatakan koropsi ini sebagai kejahatan korporasi.
ANTARA