TEMPO.CO, Jakarta - Tim pelajar sekolah dasar Indonesia meraih juara ketiga atau second runner-up pada lomba Po Leung Kuk 20TH Primary Mathematics World Contest (PMWC).
Sementara untuk kategori individu Tim Pelajar SD Indonesia memperoleh 2 medali perunggu atas nama Axel Giovanni Hartanto dan Luthfi Bima Putra.
“Hasil ini menunjukkan kualitas pelajar Indonesia tidak kalah dengan pelajar dari negara lain, termasuk dari negara maju,” kata Ketua Tim Indonesia Raden Ridwan Hasan Saputra pada Kamis, 20 Juli 2017.
Ridwan optimistis jika tim Indonesia dipersiapkan dengan waktu yang cukup panjang dapat meraih medali emas pada lomba matematika internasional lainnya. Pihaknya hanya melatih selama dua tahap dengan masing-masing satu minggu.
Po Leung Kuk 20TH Primary Mathematics World Contest (PMWC) diadakan di Hongkong pada 16-20 Juli 2017. Lomba matematika internasional yang sangat bergengsi untuk tingkat sekolah dasar (SD) ini diikuti tim dari Amerika Serikat, Bulgaria, Australia, Afrika Selatan, Cina, Malaysia, Vietnam, Mongolia, Thailand, Philipina, Taiwan, Hongkong, Macau, dan Indonesia.
Indonesia diwakili tim dari Klinik Pendidikan MIPA (KPM) yang pusatnya di Kota Bogor. Lembaga pendidikan ini didirikan dan dipimpin Ridwan Hasan Saputra.
Tim pelajar Indonesia adalah Luthfi Bima Putra (pelajar MIN 09 Petukangan, Jakarta), Aditya Ilham Khairullah Seger (SDI Al Azhar 13 Rawamangun, Jakarta), Haidar Prayata Wirasana (SDI Al Azhar 12 Cikarang ) dan Axel Giovanni Hartanto (SD Pangudi Luhur Santo Timotius, Surakarta).
Ridwan menjelaskan kualitas soal di lomba PMWC sangat sulit. Sebab soal-soalnya disiapkan untuk para juara olimpiade matematika dari negara-negara yang menjadi peserta.
Dalam setahun, KPM selalu mengirimkan anak didiknya di tingkat SD dan SMP untuk mengikuti beberapa lomba matematika internasional. Biaya untuk mengikuti lomba itu berasal dari orang tua dan untuk yang kurang mampu dari KPM.
Ridwan menilai kualitas pelajar kita tidak kalah dengan luar negeri. Kelemahannya, katanya, pada waktu pembinaan atau kurang bergaul dengan berbagai macam soal dan kultur pendidikan.
Dari studi banding ke banyak negara, Ridwan melihat Kementrian Pendidikan negara tersebut melakukan pembinaan khusus bagi pelajarnya yang akan mengikuti lomba atau kompetisi.
“Bahkan ada negara yang punya sekolah khusus untuk anak-anak.yang berbakat matematika dan hanya fokus belajar matematika,” katanya.
Ridwan menyayangkan aturan baru yang dibuat Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Yakni larangan bagi pelajar yang pernah ikut lomba internasional untuk mengikuti Olimpiade Sains Nasional (OSN).
Padahal lomba-lomba internasional yang ada saat ini tidak semuanya untuk bertanding uji kepintaran. Tetapi, ujarnya, ada juga lomba internasional yang sekedar uji coba atau latihan bagi para pesertanya.
Menurut Ridwan, peraturan itu sangat tidak bijaksana karena akan menghambat semangat anak-anak pintar untuk lebih mengembangkan diri di bidang matematika.
KPM mengirimkan anak didiknya ke berbagai lomba matematika di luar negeri dengan tujuan membuka wawasan dan meningkatkan percaya diri untuk bersaing dengan pelajar lainnya.
“Harapannya semangat belajar dan prestasi anak-anak menjadi lebih baik,” kata Ridwan yang memadukan pendidikan sains dan agama di KPM.
UWD