TEMPO.CO, Jakarta - Saksi penting dalam kasus megakorupsi kartu tanda penduduk elektronik atau korupsi e-KTP, Johannes Marliem, membantah sejumlah tuduhan yang disebutkan dalam tuntutan Irman dan Sugiharto. Meski menjadi saksi dalam sejumlah pertemuan, ia membantah pernah menyerahkan uang atau menyaksikan penyerahan uang.
Dalam tuntutan Irman dan Sugiharto yang dibacakan di pengadilan bulan lalu, Johannes disebut menyerahkan 20 ribu dolar Amerika kepada Sugiharto melalui seorang pegawai Kementerian Dalam Negeri pada 2011. Uang itu, menurut tuntutan jaksa, diduga digunakan untuk biaya menyewa pengacara Hotma Sitompoel untuk membela kementerian yang digugat konsorsium yang kalah. Johannes membantahnya. “Saya tidak pernah menyerahkan uang untuk keperluan Hotma,” katanya.
Baca juga:
Johannes Marliem Bertemu Penyidik KPK di Washington dan Singapura
Johannes Marliem adalah Direktur Biomorf Lone LLC, Amerika Serikat, perusahaan penyedia layanan teknologi biometrik. Dalam proyek e-KTP, ia disebut sebagai penyedia produk automated finger print identification system (AFIS) merek L-1 untuk proyek kartu tanda penduduk elektronik. Ia terlibat dalam sejumlah pertemuan pembahasan proyek. Kepada Tempo, Johannes mengklaim memiliki rekaman-rekaman pertemuan perancang proyek e-KTP selama puluhan jam dengan kapasitas hingga 50 gigabita.
Namanya disebut 25 kali oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam tuntutan. Selain menyerahkan uang, ia juga disebut menyaksikan pemberian US$ 200 ribu dari Andi Agustinus –pengusaha perancang proyek-- kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraeni di rumah Diah. Johannes juga membantahnya. “Saya tidak menyaksikan pemberian uang kepada Diah,” katanya.
Baca pula:
Saksi Kunci Korupsi E-KTP Itu Adalah Johannes Marliem
Ia juga membantah meninggalkan Indonesia ketika proyek e-KTP berakhir. Menurutnya, ia telah lama menetap di Amerika Serikat bahkan sejak proyek ini belum dimulai.
Johannes Marliem mengatakan dua kali penyidik KPKi meminta keterangannya terkait rekaman yang ia miliki. Pemeriksaan pertama dilakukan di Singapura pada Februari 2017 dan yang berikutnya di Amerika Serikat pada bulan ini. Menurut dia, pemeriksaan di Amerika bahkan dihadiri dua pejabat selevel direktur.
INDRI MAULIDAR