TEMPO.CO, Makassar - Koordinator bekas karyawan Angkasa Pura I Wilayah Makassar, Abidin Haju, mengatakan datang ke Jakarta untuk menuntut Tunjangan Hari Tua (THT) yang belum dibayarkan. Abidin menyebut manajemen Angkasa Pura I mempunyai kewajiban membayarkan THT Rp 71 miliar untuk 603 eks karyawannya.
"Paling lambat pada 31 Maret 2017 lalu. Tapi, sampai sekarang manajemen Angkasa Pura I belum merealisasikan," kata Abidin Haju, Senin sore, 17 Juli 2017.
Baca juga:
Angkasa Pura I Ingatkan Penipuan Berkedok Rekrutmen Pegawai
Menurut Abidin, ratusan bekas karyawan itu berasal dari berbagai daerah seperti Bali, Solo, Biak, Manado, Makassar, Kupang, Lombok, dan Ambon. Bahkan, bekas karyawan dan manajemen yang diwakili Shafwan Hadi selaku Compensation and industrial Relation Dept. Head, telah membuat membuat perjanjian kesanggupan membayar. "Tapi tetap saja belum dibayarkan."
Baca pula:
Angkasa Pura I Akan Buka Rute Lombok ke Jeddah
Dalam surat perjanjian bersama itu terlihat ditandatangani dari Kementerian Ketenagakerjaan Reytman Aruan; Kementerian BUMN Sulistik Widayati, bekas karyawan dan PT Angkasa Pura I. "Dalam surat perjanjian sudah jelas ada stempel dan materai, tapi kenapa belum juga dibayarkan THT kami," kata Abidin.
Koordinator eks Karyawan AP I Sumaryadi mengatakan sedang menempuh jalur Pengadilan Hubungan Industrial. Kendati demikian, ia mengakui masih menunggu itikad baik dari manajemen Angkasa Pura I. "Kalau ada solusi terbaik ya enggak usahlah ke proses hukum. Sebenarnya intinya itikad baik saja," ucap Sumaryadi.
Human Capital dan General Affair Director Angkasa Pura I, Adi Nugroho, mengatakan mempersilakan eks karyawan menempuh jalur hukum. Menurut Adi, ada penolakan dari bekas karyawan ketika hendak dibayarkan THT-nya. "Kalau mau dibayarkan sekarang, kami bayarkan THT-nya. Cuma mereka sendiri yang tak mau," ucap Adi.
Menurut Adi, pembayaran sudah disiapkan dengan sistem aktuaris, sesuai dengan aturan di Angkasa Pura I. Meskipun hitung-hitungannya berbeda, Adi menegaskan karena kedua pihak memiliki perhitungan berbeda. "Kami tetap mau bayarkan THT secara aktuaris karena itulah perhitungan kami," kata Adi.
DIDIT HARIYADI