TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi tidak akan memaksa perguruan tinggi swasta bergabung (merger). Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengatakan wacana merger perguruan tinggi swasta merupakan pilihan. "Itu hak mereka (kalau tidak mau digabung)," kata Nasir di Jakarta, Senin, 17 Juli 2017.
Upaya penggabungan perguruan tinggi swasta (PTS), menurut dia, diperlukan. Sebab, jumlahnya dianggap terlalu banyak. Nasir berharap dengan revitalisasi, perguruan tinggi swasta menjadi lebih kuat dan ramping dari sisi manajemen.
"Jumlah PTS banyak, sedangkan mahasiswanya sedikit. Cost-nya pun menjadi cukup mahal," kata Nasir.
Baca: Alasan Jusuf Kalla Minta Perguruan Tinggi Swasta Bergabung
Menteri Nasir menyatakan bila wacana merger disambut baik, yayasan yang mempunyai berbagai perguruan tinggi akan diutamakan. Selanjutnya, merger dilakukan kepada sejumlah yayasan atau PTS yang mempunyai visi-misi sama. "Ketiga, yang mungkin terjadi adalah antara perguruan tinggi besar dan kecil supaya terjadi penguatan," ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia menyatukan perguruan tinggi. Hal itu disampaikan di Musyawarah Nasional IV Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia di Seminyak, Bali, Senin, 17 Juli 2017.
Baca: Jusuf Kalla Minta Perguruan Tinggi Membangun Suasana Futuristik
Wacana merger (penggabungan) diperlukan agar kinerja perguruan tinggi swasta lebih efisien. "Kalau besar (kebanyakan), akan lebih mahal," ucap Kalla.
Sejauh ini, menurut Nasir, sejumlah PTS memberi respons positif terhadap wacana merger. Pemerintah akan menampung berbagai masukan dan pendapat dari pihak terkait sebelum melaksanakan merger.
Saat ini, kata Nasir, ada 4.529 perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia. Sebanyak 370 di antaranya swasta.
ADITYA BUDIMAN