TEMPO.CO, Jakarta - Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi atau Pansus Hak Angket KPK mendapatkan dukungan dari Jaringan Islam Nusantara (JIN). Ketua Umum JIN Razikin Juraid mengatakan pihaknya muak dengan mobilisasi opini massa yang dilakukan KPK.
Mobilisasi ini, kata dia, menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat bahkan di antara para akademisi. "Tapi kami tidak ingin masuk ke dalam yang kontra itu, kami paham Pansus Hak Angket KPK berdasarkan UU MD3 adalah hak bagi DPR," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 14 Juli 2017.
Baca juga: Pansus Hak Angket Terima Petisi Penolakan dari Masyarakat
Menurut dia, KPK seharusnya mengedapankan aspek pencegahan daripada penindakan. Penindakan yang dilakukan KPK, dianggap melahirkan efek negatif pada beberapa hal. "Misalnya ada opini yang masif dibangun bahwa pansus dianggap ilegal oleh sebagian orang," kata dia.
JIN meminta pansus tegas terhadap KPK bila lembaga antirasuah itu enggan hadir dalam rapat pansus. "Kami merekomendasikan pansus untuk mengambil tindakan hukum," ucapnya.
JIN juga menyarankan agar dibentuk Dewan Pengawas KPK. Sebab, kewenangannya terlalu besar dan berpotensi penyalahgunaan kekuasaan.
Selain itu, JIN beranggapan standar prosedur KPK dalam menjalankan tugas belum jelas. KPK bisa menggunakan prosedur standar yang dibuatnya sendiri.
Sebelumnya, Mahfud Md. menjadi satu di antara 135 pakar hukum tata negara yang menyatakan pembentukan Pansus Hak Angket KPK cacat hukum. Menurut dia, KPK bukan eksekutif, sehingga tak layak DPR menggunakan hak penyelidikan terhadap KPK yang dinilainya bagian dari yudikatif.
Selain itu, tiga hari lalu, salah satu organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, Nadhatul Ulama (PBNU) menyatakan dukungannya kepada KPK terkait tekanan dari Pansus Hak Angket KPK. Ketua PBNU, Said Aqil Siradj, mengatakan dukungan ini bukan hanya sebatas ucapan saja, melainkan juga berupa tindakan.
AHMAD FAIZ
Video Terkait:
Pansus Hak Angket Sambangi Jaksa Agung, Ini Kata Fahri Hamzah