INFO NASIONAL - Lembaga Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menggelar Simposium Nasional bertajuk “Sistem Perekonomian Nasional untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Berdasarkan UUD 1945” di Gedung Nusantara IV, Kompleks MPR, Senayan, Jakarta, Rabu, 12 Juli 2017. Hadir dalam acara tersebut Wakil Presiden Jusuf Kalla yang didaulat membuka secara resmi simposium didampingi Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Wakil Ketua MPR Oesman Sapta, pimpinan fraksi dan kelompok anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di MPR, para pimpinan badan MPR, para pimpinan Lembaga Pengkajian MPR, pimpinan komisi DPR, serta pimpinan Komite DPD.
Dalam sambutannya, Ketua MPR Zulkifli Hasan mengatakan sangat mengapresiasi pimpinan Lembaga Pengkajian MPR yang menginisiasi penyelenggaraan simposium. Ia juga memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada Jusuf Kalla yang telah bersedia hadir dan membuka simposium. “Penyelenggaraan simposium ini sangat luar biasa. Saya sungguh memandang temanya sangat penting karena terkait dengan hajat hidup orang banyak dan kepentingan kita bersama. Saya melihat, kegiatan simposium ini merupakan upaya yang sangat tepat di tengah kondisi bangsa kita sekarang ini tengah menghadapi berbagai persoalan, khususnya terkait dengan masalah kesenjangan di tengah-tengah masyarakat, baik kesenjangan ekonomi, keadilan sosial, maupun kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Baca Juga:
Zulkifli mengatakan sebagai rumah rakyat Indonesia, MPR kedatangan berbagai elemen masyarakat yang menyampaikan banyaknya ketimpangan kesejahteraan dan pengelolaan sumber daya alam. Semua itu fakta dan sangat nyata, terutama soal lahan. Sebagai contoh, ada daerah yang wilayahnya sangat luas dengan kekayaan alam sangat besar, tapi tidak berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut.
Sebab, daerah tersebut lahannya banyak dikuasai segelintir orang yang memiliki kekuatan finansial sangat besar. Oknum kepala daerah pun berperan di dalamnya. “Semestinya, sebagian besar lahan dikuasai rakyat untuk digunakan di bidang perekonomian, seperti pertanian, perkebunan, serta peternakan, sehingga jika terjadi kenaikan harga komoditas, akan terdampak langsung pada rakyat dan kesejahteraan otomatis akan naik. Jika ini dibiarkan terus menerus, bangsa ini patut mempertanyakan keberadaan Pasal 33 (UUD NRI Tahun 1945). Seperti itulah kebanyakan rakyat mengadu,” ujarnya.
Zulkifli menjelaskan, sistem perekonomian nasional yang ber-Pancasila harus berbicara dan terimplementasi. Menurut Zulkifli, secara yuridis konstitusional, perihal perekonomian nasional sebenarnya sudah diatur secara tegas dalam konstitusi Indonesia, yakni di Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945, yang merupakan perwujudan dari sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan merupakan perwujudan dari pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Baca Juga:
Pasal tersebut serta pembukaan UUD sangat jelas bunyinya, yakni semangat menuju kemakmuran bersama. Pada Pasal 33 jelas mengatakan usaha disusun sebagai usaha bersama, gotong royong, juga kebersamaan. Demokrasi Pancasila seharusnya melahirkan keadilan dan kesejahteraan bersama. “Patut digaris bawahi bahwa pembahasan soal kesenjangan ini bukan menyalahkan siapa-siapa, termasuk menyalahkan pemerintahan sekarang. Masalah ini memang merupakan permasalahan lama dan sekarang menjadi masalah yang harus kita hadapi bersama,” katanya.
Zulkifli berharap hasil simposium ini dapat menjadi bahan dan masukan MPR dalam melaksanakan tugas konstitusionalnya sesuai amanat Pasal 5 huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), yakni mengkaji sistem ketatanegaraan, konstitusi, serta pelaksanaannya. (*)