TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi Chalid Muhammad menilai rencana pemindahan ibu kota membuat beberapa daerah sibuk untuk 'jual diri' menyatakan siap menjadi pusat pemerintahan. Ia menyebut rencana itu pun membuat pengembang properti dan spekulan tanah mulai beraksi.
Chalid mengatakan bedol kota masih menjadi wacana kuat dalam perespons pemindahan ibu kota. Sebab, dibutuhkan lahan kosong yang luas agar kantor-pemerintah, permukiman, dan semua prasarana penunjang bisa dibangun leluasa. Menurut dia, tidak heran apabila muncul kekhawatiran terjadinya korupsi dan kerusakan lingkungan akibat isu tersebut.
Baca juga:
Bikin Kajian Pemindahan Ibu Kota, Bappenas Minta Anggaran Rp 7 M
“Belum banyak yang mau keluar dari pendekatan bedol kota, padahal pilihan lain banyak tersedia. Salah satu adalah jadikan setiap kota adalah ibu kota negara,” ujar Chalid dalam keterangan tertulis, Selasa, 11 Juli 2017.
Chalid berujar cara yang bisa ditempuh tak terlalu sulit dan tanpa membangun kota baru. Ia menilai cukup memindahkan kantor-kantor kementerian ke setiap daerah. Setelah itu, menyusul pemindahan kantor-kantor pusat Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Mabes Polri, Mabes TNI, dan Mahkamah Agung sehingga pemerataan dan geliat ekonomi dapat terjadi di setiap daerah.
Baca Juga:
Baca pula:
Hindari Spekulan, Lokasi Pemindahan Ibu Kota Dirahasiakan
Chalid menuturkan pemilihan kota disesuaikan dengan isu-isu utama dan kriteria yang disiapkan partisipatif. Ia mencontohkan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebaiknya di Papua. Sebab, fasilitas pendidikan di daerah itu masih sangat minim padahal banyak siswa berprestasi dalam olimpiade matematika dan fisika tingkat internasional. Menurut dia, menteri perlu melihat lebih dekat masalah yang paling prioritas ditangani agar lebih kreatif dalam membuat kebijakan yang dpat diterapkan secara nasional atau boleh jadi kebijakannya akan berbeda antardaerah.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sebaiknya berkantor di Samarinda. Chalid menyebutkan telah ada 28 orang meninggal di lubang tambang yang tidak dikelola dengan baik oleh pelaku usaha. Belum lagi beragam kerusakan terjadi seiring pengerukan yang terus menerus.
Baca:
Siti Zuhro LIPI: Butuh 5 Tahun Lebih Pemindahan Ibu Kota Negara
Selain itu, Chalid melanjutkan, untuk Menteri Kelautan dan Perikanan sebaiknya berkantor di Maluku agar akrab dengan nelayan yang bertaruh nyawa untuk menyambung hidup. Kearifan adat orang Maluku yang dikenal dengan SASI bisa melahirkan inspirasi bagi menteri dan jajarannya dalam mencari solusi. Termasuk solusi cantrang yang banyak ditentang para nelayan.
Chalid mengatakan untuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mungkin baik bila dipindah ke Riau. Ia menjelaskan Riau adalah salah satu daerah yang tata kelola hutan dan lahan paling kronis. Puluhan tahun hutan dan lahan gambut dikelola dengan cara yang jauh dari keadilan dan kelestarian. Ia menyebutkan dua perusahaan raksasa perkebunan dan kehutananan menguasai tanah 20 kali lebih luas dari DKI Jakarta. Saat ini, kementerian sedang melakukan koreksi atas kesalahan kebijakan masa lalu. “Boleh jadi akan lebih cepat bila KLHK berkantor di Riau. Dari Riau kemudian menata Indonesia,” kata Chalid.
Simak:
Pemindahan Ibu kota Negara, Indef: Jakarta Masih Bisa Dibenahi
Selain itu, Chalid mengusulkan Kementerian Perindustrian, Perdagangan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga, Komunikasi dan Informasi masing-masing dapat di pindah ke Nusa Tenggata Timur, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara dan Bengkulu. Lalu Kementerian Dalam Negeri ke Palu, Kementerian Hukum dan HAM pindah ke Jambi, Kemeterian Luar Negeri ke Manokwari, Kementerian Riset Dikti pindah ke Mataram, dan Kementerian Pertahanan ke Pontianak. “Begitu pula kementerian lain diprioritaskan pindah ke daerah yang memiliki tantangan yang paling serius diselesaikan dibanding daerah lain,” ujar dia.
Chalid menyakini bila opsi pemindahan dilakukan maka setiap kota akan jadi pusat pertumbuhan baru yang merata dan berkeadikan. Transportasi dan daerah-daerah tersebut akan membaik. Kualitas koneksi internet dan layanan listrik pun akan meningkat. Bila tidak maka menteri-menteri tidak akan optimal bekerja.
Sementara itu untuk rapat antarkementerian maupun dengan DPR atau kabinet bisa dilakukan secara virtual. Setiap saat dapat dilakukan rapat virtual tanpa harus memperbanyak emisi karbon dari penerbangan antardaerah. Presiden pun, kata dia, dapat berkantor di setiap daerah secara bergiliran.
Menurut Chalid, pengawasannya pun dapat mengefektifkan sistem perencanaan, monitoring dan evaluasi berbasis elektronik. Dia yakin, cara tersebut akan mudah dan lebih memenuhi prinsip-prinsip tata kelola pemerintahaan yang lebih bertanggungjawab. Akan sulit berkelit ihwal hasil audit Wajar Tanpa Pengecualian atau Wajar Dengan Pengecualian karena mudah dibuktikan secara online. Laporan-laporan juga dilakukan dengan cara elektronik termasuk laporan pertanggungjawaban dan seluruh kebutuhan praktik pengelolaan negara secara bertanggungjawab.
Chalid menilai Kementerian PANRB perlu mencari terobosan agar Indonesia bisa lebih cepat dalam pengelolaan birokrasi berbasis teknologi. Jika imajinasi dalam merespons isu pemindahan ibu kota negara bisa keluar dari bedol kota maka Indonesia akan mengalami loncatan kemajuan signifikan 5-10 tahun ke depan. Sebab, perputaran kepandaian dan kapital tidak terpusat pada beberapa kota saja karena semua daerah akan merasakan kemajuan bersama dengan lebih adil.
DANANG FIRMANTO