TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj mengatakan tidak ada sentimen organisasi kemasyarakatan (ormas) di balik penolakannya terhadap kebijakan sekolah lima hari atau full day school.
Dengan kata lain, kata Said, tidak ada faktor persaingan antara Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. "Ini bukan masalah antara NU dan Muhammadiyah, ya. Mohon maaf," ujar Said Aqil di Istana Kepresidenan, Selasa, 11 Juli 2017.
Baca: Ketua PBNU Said Agil Ketemu Presiden Jokowi Bahas Full Day School
Sebelumnya, beredar spekulasi bahwa penolakan PBNU atas kebijakan full day school didasari sentimen antar-ormas. Sebab, kebijakan itu dibuat Menteri Pendidikan Kebudayaan Muhadjir Effendy yang notabene adalah tokoh Muhammadiyah.
Belakangan, penerapan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang sekolah lima hari itu memang ditunda. Presiden Joko Widodo mengambil alih peraturan itu dan berencana mengubahnya menjadi peraturan presiden. Namun belum diketahui apakah rancangan Muhadjir akan dipertahankan.
Simak: Begini Pengaduan Said Aqil ke Jusuf Kalla Soal Full Day School
Said menjelaskan, dia murni mempermasalahkan kebijakan full day school karena faktor efeknya. Ia takut kebijakan itu malah menggusur keberadaan madrasah yang memiliki kelas agama seusai dengan kelas reguler. Menurutnya, pendidikan karakter pun sudah ada tanpa kebijakan full day school.
"Seandainya kebijakan itu keluar dari menteri asal NU, pasti akan saya lawan juga, saya tantang. Ini bukan masalah NU dan Muhammadiyah, tapi masalah prinsip," ujar Said Aqil.
ISTMAN M.P.