TEMPO.CO, Palangkaraya - Wajah tegar putra Dayak kelahiran Palangkaraya, 30 tahun lalu nampak jelas. Ia siap diterbangkan ke Surabaya untuk pengambilan serpihan proyektil (peluru) yang bersarang di dadanya, tepatnya di selaput paru-parunya. Peluru itu ia 'peroleh' saat dirinya bersama anggota dari Polres Gunung Mas mencoba membebaskan 5 sandera dari para tersangka penyalahgunaan narkoba jenis sabu.
Ia kemudian menceritakan kronologi kejadian hingga peluru bersarang ditubuhnya. Kejadian itu terjadi pada tanggal 21 Mei 2017 lalu sekitar pukul 13.00 saat ia dan regunya melakukan penangkapan di Jalan Perintis Kecamatan Tewah, Kabupaten Gunung Mas.
Baca juga:
HUT Bhayangkara, Tito Beri Nasi Tumpeng ke Polisi Korban Teror
"Waktu itu kita dapatkan satu paket sabu dan kita melakukan negosiasi namun mereka para tersangka penyalahgunaan narkoba jenis Sabu itu malah menembaki kita dengan 2 senjata api jenis softgun dan senjata jenis rakitan," ujarnya.
Saat itu para penjahat terus menembaki polisi dari dalam rumah padahal didalam rumah itu ada 5 warga sipil yang disandera. "Mereka meminta kami untuk segera pergi tidak segera pergi, kalau tidak mengindahkan maka kelima sandera akan ditembak mati," kata dia.
Baca pula:
Lima Pesan Jokowi di HUT Bhayangkara Polri
akhirnya setelah dilakukan negosiasi yang cukup alot dan lama melakukan pembebasan dan mereka berhasil disudutka ke kamar paling belakang, saat bernegosiasi kembali pada pukul 21.30 dan meminta untuk mereka menyerahkan diri.
"Alih-alih menyerahkan diri, para bandar ini justru melakukan perlawanan dengan menembaki kami secara membabi buta. mungkin karena sedang apes, saat itu yang kena malah saya," ujarnya.
Silakan baca:
Atraksi HUT Polri, Ada Baliho 'Saya Indonesia, Saya Pancasila'
Padahal saat dirinya kena tembakan, Pasca mengaku sudah memakai tameng saat kena tembakan namun tetap jebol. Tapi ia mengaku bersyukur akhirnya bisa menangkap para bandar narkoba itu. "Usai kena tembakan saya langsung dibawa ke rumah sakit di kecamatan Tewah untuk kemudian dirujuk ke RS Bhayangkara di Palangka Raya," ujarnya, sambil tersenyum.
Ia mengaku tak trauma akibat kejadian itu dan tidak juga menyurutkan dalam bertugas bahkan ua ingin tetap bertugas. "Namun harus terlebih dahulu mengeluarkan peluru yang masih bersarang di dada saya dan saya harus terbang ke Surabaya untuk berobat.Yang jelas dukungan para pimpinan sangat membantu mental saya dan saya sangat berterima kasih," ujarnya
Pasca Candra akan melakukan perawatan intensif di Surabaya untuk mengeluarkan peluru yang masih bersarang di dadanya sejak bulan Mei 2017 lalu. Sementara itu Gubernur Kalteng menyumbang bantuab untuk pengobatan sebesar Rp 100 juta. Secara keseluruhan pengobatan ini dibiayai oleh negara.
Sementara itu sang istri, Riska Juamaila mengaku kejadian yang menimpa suaminya itu bagai mimpi disiang bolong. "Tapi saya akan tetap mendampingi suaminya dalam suka dan duka," ujar ibu satu anak yang masih berusia satu satu tahun itu.
KARANA WW