TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mempertanyakan rencana pemerintah melibatkan swasta dalam pemindahan ibu kota negara. Menurut dia, swasta hanya akan mau dilibatkan apabila bentuk keterlibatannya adalah investasi.
"Ada enggak logikanya swasta bangun infrastruktur gedung-gedung kementerian? Kalau kantor pemerintah dibangun swasta, berarti pemerintah harus sewa ke swasta," kata Enny saat ditemui di restoran Warung Daun, Jakarta Pusat, Sabtu, 8 Juli 2017, terkait dengan wacana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta.
Baca juga:
Pemindahan Ibu Kota, Pakar Kota UGM: Kaltim atau Sulbar
Selain itu, menurut Enny, tingkat keamanan kerahasiaan negara tidak akan terjamin apabila pengelola infrastruktur pemerintah adalah swasta. "Kalau pertimbangannya ekonomi memang memungkinkan, setiap tahun ada alokasi untuk bayar sewa. Tapi implikasinya?" ujar Enny.
April lalu, Presiden Joko Widodo meminta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro untuk mengkaji wacana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Wacana itu diklaim sudah mencuat sejak era Presiden Sukarno.
Baca pula:
Ketua DPD Menilai Palangkaraya Layak Jadi Ibu Kota Negara
Pemindahan Ibu Kota Negara, Pakar: Belum Ada Perencanaan Konkret
Bambang menyatakan akan melibatkan swasta dalam rencana pemindahan ibu kota itu, khususnya dari sisi pendanaan. Menurut dia, pemerintah akan mendorong kerja sama dengan model public private partnership (PPP). "Jadi partisipasi swasta kami libatkan," kata Bambang.
Menurut Bambang, pemindahan ibu kota negara ke luar Jawa dipilih mengingat ketersediaan lahan yang lebih memadai. Kendati demikian, Bambang belum menyebutkan secara spesifik di mana lokasi tujuan pemindahan ibu kota negara tersebut. Namun, kemungkinan besar di Kalimantan.
ANGELINA ANJAR SAWITRI