TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrat, Agus Hermanto, menyarankan pemerintah tidak memulai kegiatan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke kota lain dalam waktu dekat. Menurut dia, kondisi perekonomian dan finansial negara saat ini tidak memungkinkan untuk melakukan hal itu.
“Perekonomian saat ini cukup morat-marit. Menurut kami (pemindahan) di saat dekat enggak tepat,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 7 Juli 2017.
Baca: Master Plan Presiden Soekarno, Palangkaraya Ibu Kota Indonesia
Ketidakmapanan perekonomian negara, kata Agus, dapat dilihat dari jumlah utang negara saat ini. “Sekarang utang makin banyak, selama dua tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, utangnya sama dengan 10 tahun pemerintahan Pak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ini menunjukkan kita belum mapan ekonomi,” katanya.
Agus berujar rencana pemindahan ini muncul pula di zaman pemerintahan Presiden SBY tapi urung dilaksanakan. Sebab, kondisi perekonomian dan finansial yang lebih baik saat ini saja masih dianggap tidak cukup. “Saat itu, dengan pertumbuhan ekonomi 7 persen saja, kami merasa tidak cukup memenuhi, apalagi sekarang yang hanya 4-5 persen,” ucapnya.
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat ini menjelaskan, setiap presiden memiliki pandangan yang berbeda dengan rencana ini. Karena itu, bila pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini serius ingin melakukannya, ia menyarankan harus dipikirkan matang perencanaannya.
“Bluebook, cetak biru, roadmap-nya semua harus disampaikan ke DPR untuk dipertimbangkan,” tuturnya.
Simak: Tiga Provinsi Alternatif Calon Ibu Kota Negara
Wacana pemindahan ibu kota sempat ramai saat pemerintahan Presiden SBY. Saat itu ia menawarkan tiga opsi untuk mengatasi kemacetan di Ibu Kota Jakarta. Pertama, mempertahankan Jakarta sebagai ibu kota dan pusat pemerintahan dengan pembenahan total.
Kedua, Jakarta tetap menjadi ibu kota, tapi pusat pemerintahan dipindahkan ke daerah lain. Terakhir, dibangun ibu kota baru, seperti Canberra (Australia) dan Ankara (Turki).
Agus berujar segala rencana pemindahan ibu kota yang dilakukan oleh setiap kepala negara Indonesia adalah hal baik. Namun, ia mengingatkan, harus dipikirkan matang dengan melihat kemampuan finansial negara. “Mampu enggak?” katanya.
Baca juga: Pemindahan Ibu Kota Tak Perlu Komunikasi dengan Pemprov DKI
Tempo mencatat, sejumlah alasan dikemukakan berbagai lembaga mengenai urgensi pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke daerah lain. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), misalnya, memprediksi Jakarta tenggelam pada 2030 apabila Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak memperhatikan keseimbangan ekologis.
Menurut Bappenas, pemindahan ibu kota negara terkait pula dengan banyaknya orang bekerja di Jakarta sementara mereka berdomisili di pinggiran Jabotabek, yang akan mengakibatkan pemborosan bahan bakar minyak (BBM). Setidaknya 6,5 miliar liter BBM senilai sekitar Rp 30 triliun dihabiskan oleh 2 juta pelaju ke Jakarta setiap tahun.
AHMAD FAIZ