INFO JABAR - Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Ahmad Hadadi membantah pemberitaan sejumlah media massa yang menyebutkan zonasi penerimaan peserta didik baru (PPDB ) di wilayahnya mengabaikan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Menurut dia, PPDB Jawa Barat sudah sesuai dengan aturan.
’’Terkait dengan pengaturan zona terdekat, dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dijelaskan bahwa radius zona terdekat ditetapkan pemerintah daerah sesuai dengan kondisi di daerah dan daya tampung,’’ ujarnya di Bandung, Kamis, 6 Juli 2017.
Baca Juga:
Hadadi menjelaskan, setiap calon peserta didik, baik sekolah menengah atas maupun kejuruan, yang mendaftar melalui jalur non-akademik atau berstatus rawan melanjutkan pendidikan (RMP), diberikan insentif melalui pertimbangan jarak sekolah terdekat dengan rumah tinggal maksimal sejauh 17 kilometer. Calon peserta didik berstatus RMP diberikan kuota 20 persen, seperti tertuang dalam Pasal 16 ayat 1 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 17 Tahun 2017.
’’Pemberian insentif bagi calon peserta didik yang mendaftar ke sekolah tidak jauh dari rumah tinggalnya atau tidak lebih dari 17 km bertujuan memberi rangsangan kepada para penduduk untuk berada dekat dengan sekolah. Kriteria ini berkaitan dengan mereka yang memiliki surat keterangan tidak mampu (SKTM),” katanya.
Meski demikian, kata dia, setiap sekolah berwenang membuat petunjuk teknis. Bila jumlah pendaftar berstatus RMP melebihi kuota, sekolah memiliki parameter lain untuk mempertimbangkan apakah calon peserta didik tersebut diterima atau tidak.
Baca Juga:
“Jadi mungkin siswa RMP yang tidak lulus bisa juga disebabkan SKTM tidak lengkap. Kalaupun sudah lengkap, setiap sekolah memiliki ukurannya tersendiri karena yang penting kuota sudah terpenuhi,” ucapnya.
Dokumen-dokumen yang memberi poin penting bagi calon peserta didik berstatus RMP adalah Kartu Indonesia Pintar dengan poin 9, Kartu Keluarga Sejahtera 6 poin, dan Program Keluarga Harapan yang telah terdaftar 9 poin.
Satu hal lain yang mendapat perhatian adalah setiap sekolah memiliki kuota untuk tiga anak berkebutuhan khusus. Kuota ini tidak mengganggu calon peserta didik jalur RMP (afirmasi), prestasi, ataupun kerja sama. “Setiap sekolah harus memberi pendidikan inklusif untuk penyandang disabilitas dengan pertimbangan jarak rumah tinggal yang tidak lebih dari 17 km dari sekolah,” tuturnya.
Terkait dengan penerapan manajemen berbasiskan sekolah, Hadadi menjelaskan, jika ada calon peserta didik yang mendaftar melalui jalur prestasi, sekolah memiliki wewenang untuk menerimanya berdasarkan prestasinya. “Beberapa sekolah sudah bekerja sama dengan instansi lain, seperti Komite Olahraga Nasional Indonesia serta Dinas Pemuda dan Olahraga, bagi sekolah yang ingin menerima atlet,” katanya. (*)