TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Wahana Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Khalisah Khalid mengatakan akibat monopoli dan penguasaan korporasi dalam sistem pangan global menyebabkan ketimpangan ekonomi semakin nyata.
"Penyebabnya adalah keberpihakan perjanjian perdagangan internasional kepada kepentingan korporasi," kata Khalizah pada kegiatan Indonesia Civil Society Forum on Foreign Policy (ICFP) di Bakoel Coffi, Cikini, Jakarta, Kamis, 6 Juli 2017.
Baca: Kapolri Tito Karnavian: Satgas Tangani 212 Kasus Pangan
Menurut Khalizah, dengan adanya keberpihakan dalam perjanjian perdagangan internasional, maka peran negara terkesan dibatasi. "Sehingga keadilan dan krisis adalah keniscayaan."
Khalizah menilai selama ini negara-negara anggota G20 tidak mengoreksi sistem ekonomi mereka yang neoliberal. Akibatnya, pencapaian pembangunan ekonomi yang berkeadilan akan sulit.
Simak: Harga Pangan Stabil dalam 10 Tahun Terakhir
Karena itu, ia berharap praktik-praktik monopoli ekonomi tidak terus dibiarkan mengingat penguasaan oleh segelintir korporasi atas sumber daya alam hampir selaku berujung pada konflik.
Khalizah menuturkan negara-negara yang tergabung dalam G20 mempunyai peranan penting dalam melakukan perubahan iklim menuju pembangunan rendah karbon. "G20 menghasilkan 85 persen Gross Domestic Product (GDP) global, sehingga bertanggungjawab terhadap 75 persen emisi global."
Lihat: Indonesia Masuk 25 Besar Indeks Keberlanjutan Pangan
Berdasarkan brown to green report 2017 yang diluncurkan climate transparency pada pekan ini, negara-negara G20 telah memulai transisi kearah ekonomi rendah karbon.
Sementara itu, Indonesia telah menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca, hingga tahun 2030 yang dinyatakan dalam Nationaly Determinded Contribution (NDC).
ALBERT ADIOS GINTINGS | KSW