TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan menyarankan pemerintah menunda rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke kota lain. Menurut dia, Presiden Joko Widodo sebaiknya menyelesaikan dulu janji-janji kampanyenya.
"Infrastruktur pembangunan jalan tol di Jawa dan Sumatera belum selesai. Belum lagi power plan listrik, sarana irigasi pertanian, dan banyak lainnya," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 4 Juli 2017.
Baca juga: Pemindahan Ibu Kota Akan Libatkan Swasta
Selain itu, dalam dua tahun ke depan, Indonesia akan menghadapi banyak agenda nasional, seperti pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden 2019. Terlebih, rencana pemindahan ini akan menguras anggaran yang tidak sedikit. "Apalagi APBN kita terbatas. Jadi saya kira fokus itu dulu lah. Bahwa cita-cita pemindahan ibu kota kapan-kapan boleh," ujarnya.
"Pindah kecamatan saja perlu anggaran, bangun kantor camatnya, kelurahannya, dan lain-lain. Apalagi memindahkan ibu kota," ucapnya.
Namun Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu menilai rencana pemindahan ibu kota memang diperlukan. Menurut dia, populasi di Jakarta sudah kian padat. "Idealnya, memang ibu kota di mana-mana tidak campur dengan kota bisnis," tuturnya.
Simak pula: Palangkaraya Jadi Ibu Kota, Kalimantan Tengah Diminta Bahas PLTN
Wacana pemindahan ibu kota mencuat lagi. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan telah membahas rencana detail pemindahan ibu kota bersama Presiden.
Menurut Bambang, rencana kajian pemindahan ibu kota dan pendanaannya diperkirakan rampung tahun ini. Sehingga 2018 dan 2019 sudah dimulai kegiatan pemindahan ibu kota. Pada April lalu, Jokowi memerintahkan Bambang mengkaji wacana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Wacana tersebut diklaim sudah mencuat sejak era Presiden Sukarno
AHMAD FAIZ