TEMPO.CO, Jakarta – Markas Besar Kepolisian mewaspadai sekitar 1.000 warga negara Indonesia yang pulang dari Timur Tengah, terutama Suriah, sepanjang tahun ini. Juru bicara Polri, Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, mengatakan antisipasi itu dilakukan karena aparat khawatir ancaman serangan teroris di dalam negeri semakin meningkat. “Kami sedang mendata bersama Direktorat Jenderal Imigrasi dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme,” ujarnya ketika dihubungi Tempo, Ahad, 2 Juli 2017.
Polri mensinyalir banyaknya warga negara Indonesia atau WNI yang kembali ke dalam negeri itu berkaitan dengan melemahnya kekuatan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Menurut dia, para kombatan itu pulang ke negeri asal, termasuk Indonesia, karena daya perang dan dana ekonomi ISIS semakin merosot.
Baca juga:
Polri: Pelaku Teror di Masjid Falatehan Anggap ISIS Baik
Hari Bhayangkara, IPW: Momentum Evaluasi Teroris Makin Nekat
Menurut Setyo, ketika sudah kembali, para kombatan yang memiliki pemahaman radikal itu berpotensi menyebarkan pemahamannya. Jika pemahaman itu didukung dan berkembang, terorisme akan tumbuh. “Ini yang harus dicegah,” ujarnya. Hingga saat ini, kepolisian hanya sebatas mengawasi mereka. Sebab, berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, polisi tidak bisa menangkap tanpa bukti kuat bahwa mereka terlibat aksi terorisme.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri menambahkan, pengawasan itu dilakukan dengan melibatkan sejumlah lembaga dan kementerian. Pengawasan berada di bawah koordinasi Satuan Tugas Penanggulangan Terorisme yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto. Selain Polri, BNPT, Ditjen Imigrasi, lembaga yang ikut mengawasi adalah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
HUSSEIN ABRI DONGORAN