TEMPO.CO, Jakarta -- Pemerintah menilai tidak akan ada calon presiden tunggal bila ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen perolehan suara pada pemilu legislatif diterapkan. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan presidential threshold tidak dimaksudkan menghalangi munculnya calon presiden lain.
"Rumusan RUU Pemilu yang disusun telah diatur koalisi partai dalam mengusulkan pasangan Capres-Cawapres tidak boleh menyebabkan koalisi partai lainnya tidak dapat mengusulkan pasangan capres-cawapres ," kata Menteri Tjahjo dalam siaran pers yang diterima Tempo, Senin, 26 Juni 2017.
Baca: RUU Pemilu Alot, Setya Novanto: Jangan Bebani Presiden Jokowi
Menurut dia, bila hanya ada satu calon saja, maka Komisi Pemilihan Umum akan menolak. KPU juga akan memperpanjang waktu pendaftaran Capres-Cawapres. "Semangat pembentukan undang-undang justru mendorong minimal dua pasang calon," ucap Tjahjo.
Lebih lanjut, aturan presidential threshold dibuat untuk memastikan pasangan Capres-Cawapres memiliki dukungan minimal dari partai atau koalisi partai. Alasannya, kata Tjahjo, ini dilakukan agar jalannya pemerintahan mendapat dukungan efektif di DPR. "Dengan demikian koalisi yang terbentuk diharapkan didasarkan pada kesamaan visi, misi bukan pragmatis," kata dia.
Baca: Pansus: Ada 3 Skenario Solusi Pembahasan RUU Pemilu yang Macet
Parlemen dan pemerintah hingga kini belum menyepakati rancangan undang-undang pemilihan umum. Baik pemerintah maupun parlemen, salah satunya, belum seirama ihwal ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.
ADITYA BUDIMAN