TEMPO.CO, Jakarta - Hari raya Idul Fitri tahun ini berbeda dari tahun-tahun yang lalu bagi Novel Baswedan. Jika setiap Lebaran penyidik senior KPK itu berkumpul bersama keluarga besarnya, tahun ini ia harus puas hanya ditemani anak dan istrinya merayakan Idul Fitri di rumah sakit.
Novel Baswedan, yang disiram air keras oleh orang tak dikenal pada April 2017, kini masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Singapura. Taufik Baswedan, adik Novel, mengatakan mata kakaknya yang tersiram air keras itu belum pulih setelah menjalani operasi.
"Lebaran ini istri dan anak-anaknya di sana. Saya dan keluarga yang lain baru tiba di Jakarta. Setelah Lebaran kita ke sana lagi," kata Taufik melalui pesan singkat kepada Tempo, Ahad, 25 Juni 2017.
Baca:Kondisi Mata Novel Baswedan, Jubir KPK: Mulai Membaik
Taufik mengatakan setiap Lebaran biasanya keluarga besarnya berkumpul di rumah orang tua. Mereka juga berkumpul secara bergantian dari rumah ke rumah. "Dulu sewaktu orang tua di Semarang mudik, tapi sekarang orang tua sudah di Jakarta," katanya.
Selama bulan Ramadan, keluarga Novel bergantian ke Singapura untuk menjaganya. Taufik mengatakan puasa Novel lancar meski masih menjalani perawatan. "Tetap puasa, tapi ada satu dua hari yang tidak bisa karena dokter memaksa untuk minum obat yang tidak bisa ditolak," ujarnya.
Baca:KPK Minta Kasus Novel ke Mabes, Kapolda: Ada Informasi Kasih Saya
Meski penglihatannya terbatas, Novel tetap rajin melaksanakan tarawih. Biasanya Novel melaksanakan salat tarawih sendiri di kamarnya. "Tarawih di kamar saja karena izinnya susah," kata Taufik.
Novel Baswedan pun masih bisa melaksanakan salat Id pagi tadi. Dengan bantuan petugas KPK yang menjaga Novel, ia diantar ke masjid di sebelah rumah sakit untuk melaksanakan salat hari raya Idul Fitri.
Baca: WAWANCARA EKSKLUSIF Novel Baswedan: Saya Tunggu Janji Kapolri (1)
Meski tak bisa berkumpul bersama keluarga besarnya, Novel menitipkan pesan hari raya Idul Fitri melalui Taufik. Pesan Novel kepada rakyat Indonesia sebagai berikut:
"Takut itu tidak menambah umur, berani tidak mempercepat kematian, tingkatkan ketaqwaan karena bekal kita mati dan selalu bertaubat karena kita tidak pernah luput dari salah dan dosa”.
MAYA AYU PUSPITASARI