TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mempertimbangkan permohonan mantan hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, untuk beralih menjadi tahanan kota atau tahanan rumah. Saat ini, Patrialis ditahan di rumah tahanan KPK sebagai terdakwa penerima suap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014.
Permohonan ini diajukan Patrialis dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 19 Juni 2017. Kepada majelis hakim, Patrialis beralasan sakit sehingga ingin menjadi tahanan kota agar bisa bebas berobat.
Baca juga: Kasus Suap Hakim MK, Patrialis Akbar Minta Jadi Tahanan Rumah
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan rumah tahanan KPK sebenarnya telah memberikan fasilitas pengobatan untuk tahanan yang sakit. "Bahkan jika ada tahanan yang perlu untuk dirawat juga bisa diberikan perawatan," katanya di kantor KPK, Selasa, 20 Juni 2017.
Menurut Febri, perawatan mestinya bisa dilakukan tanpa harus mengalihkan penahanan. "Tapi kalau memang ada permohonan tentu akan dipertimbangkan," ucap dia.
Kuasa hukum Patrialis, Soesilo Ari Wibowo, mengatakan kliennya menderita sakit jantung dan penyempitan pembuluh darah. Penyakit ini, kata dia, sudah diderita Patrialis sejak sebelum ditahan di KPK.
"Setiap minggu ajukan izin karena harus rutin, ini bisa stroke. Jadi daripada bolak-balik izin, beliau ajukan pengalihan penahanan," kata Soesilo. Pengajuan pengalihan penahanan dilakukan agar Patrialis tak perlu repot membuat izin setiap sepekan sekali.
Patrialis Akbar menjadi tahanan KPK sejak 27 Januari 2017. Ia didakwa menerima suap US$ 70 ribu, Rp 4,043 juta, dan janji Rp 2 miliar dari pemilik PT Sumber Laut Perkasa Basuki Hariman. Suap itu diduga diserahkan untuk mempengaruhi putusan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
MAYA AYU PUSPITASARI
Video Terkait:
Ingin Jadi Tahanan Luar, Patrialis Akbar Siap Jaminkan Seluruh Kekayaan