TEMPO.CO, Samarinda - Romeo bakal merasakan kembali kehidupan bebas. Romeo adalah nama orangutan berusia 30 tahun, yang sebelumnya dibawa ke Taiwan. Setelah dipulangkan hampir 25 tahun lalu, Romeo akan segera dilepas.
Romeo akan menikmati pulau pra-pelepasliaran di Samboja Lestari, Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Romeo harus menunggu selama 24 tahun. Ia tak bisa langsung dibebaskan setiba dari Taiwan karena mengidap penyakit Hepatitis B yang dikhawatirkan menular pada hewan lainnya.
Baca juga: Yayasan BOS Lepas 250 Orangutan
“Pulau pra-pelepasliaran di Samboja Lestari saat ini ada tujuh buah, dengan empat pulau tambahan tengah dibangun. Kapasitas total tujuh pulau tersebut sekitar 30 orangutan,” kata CEO Yayasan BOS (Borneo Orangutan Survival) Jamartin Sihite, melalui keterangan tertulisnya, Kamis, 6 Juni 2017.
Foto: ANTARA
Jamartin menjelaskan, setiap orangutan yang telah lulus Sekolah Hutan, ditempatkan di salah satu pulau pra-pelepasliaran. Di sana mereka hidup di udara terbuka, sementara teknisi memantau kemajuan dan adaptasi mereka. Pulau pra-pelepasliaran juga dipergunakan untuk wilayah transisi bagi orangutan yang telah lama berada di kompleks kandang untuk mengetahui potensi mereka untuk dilepasliarkan ke hutan.
Di Pulau 5, Romeo akan ditempatkan bersama dua betina yang telah lebih dulu dipindahkan, yaitu Fani dan Isti.
“Tahun 2017 ini bagi kami di Yayasan BOS adalah tahun Orangutan Freedom. Tahun ini saja kami telah lepas liarkan 13 orangutan ke Hutan Kehje Sewen di Kutai Timur. Hari ini, kami berikan kebebasan kepada Romeo yang telah lama hidup di Samboja Lestari. Setelah 24 tahun mendekam di kompleks kami yang ruang geraknya terbatas. Hari ini dia pindah ke pulau pra-pelepasliaran, dan setelah kami bisa mengamati perkembangannya di lingkungan alami, kami bisa bantu siapkan dia untuk diepasliarkan ke hutan alaminya,” kata Jamartin.
Program pelepaslairan Yayasan BOS sempat terhenti selama 10 tahun akibat tidak tersedianya hutan untuk menampung orangutan dari pusat rehabilitasi.. Menurut Jamartin, hal itu menyebabkan menumpuknya ratusan orangutan yang senasib dengan Romeo, menanti kebebasan.
“Kami sudah berhasil mengatasi tantangan ini, namun hutan di Kalimantan Timur yang kami kelola saat ini, Hutan Kehje Sewen, masih belum dapat menampung 100 orangutan lain yang kami rencanakan untuk dilepasliarkan. Kami butuh dukungan untuk mendapatkan hutan lain,” kata Jamartin.
“Kita masih butuh jasa lingkungan dari hutan seperti air bersih, udara bersih, dan keseimbangan iklim, berarti kita butuh orangutan hidup di hutan, karena mereka meningkatkan dan menjaga kualitas hutan. Untuk bisa menjaga mereka lestari di hutan, kita butuh menjaga hutan agar tidak dirusak.”
Pemeriksaan orangutan. (Dok. BOSF)
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, Sunandar Trigunajasa, mendukung apa yang dilakukan Yayasan BOS. Ia menilai bahwa orangutan memang ditakdirkan hidup bebas di alam.
“Namun mengingat status konservasi mereka yang saat ini dianggap ‘sangat terancam punah’ atau ‘critically endangered’. Kita semua, termasuk saya dan jajaran Balai KSDA Kalimantan Timur harus meningkatkan upaya pelestarian orangutan dan habitatnya. Hari ini kita pindahkan satu jantan dan sebelumnya, dua betina. Semoga di kesempatan berikut kita bisa pindahkan beberapa orangutan sekaligus ke wilayah pra-pelepasliaran yang lebih besar dan dari pulau pra-pelepasliaran ke hutan,” kata Sunandar.
Baca juga: Diduga Akan Dibantai, Orangutan Diselamatkan
“Semakin cepat kita bergerak, semakin besar harapan orangutan untuk lestari di habitatnya.Kita wajib bekerja bersama mewujudkan hal ini."
SAPRI MAULANA