TEMPO.CO, Yogyakarta - Rektor baru Universitas Gadjah Mada (UGM) Panut Mulyono mengatakan kampus merupakan benteng Pancasila. Dia menegaskan tidak boleh ada bibit-bibit radikalisme aliran-aliran yang bertentangan dengan dasar negara itu.
Kegiatan-kegiatan yang berpotensi muncul bibit atau tersemainya gerakan radikal dan menyimpang sudah dibersihkan. Contohnya, pengelolaan masjid diambilalih pihak Badan Pengelolaan Masjid Kampus UGM, yang sebelumnya dikelola yayasan. Ospek mahasiswa juga dalam kendali pihak universitas. Para dosen diwajibkan memberikan materi Pancasila saat memberikan kuliah.
Baca: Gaya Ketua Umum PDIP Megawati Berkomunikasi dengan Warga NU
"Kampus ini menjadi benteng Pancasila. Tidak boleh ada tempat bersemainya aliran-aliran yang tidak sepaham dengan Pancasila," kata Panut, Senin petang, saat acara temu Fortakgama (Forum Wartawan Kampus universitas Gadjah Mada), di University Center, 5 Juni 2017.
Panut menjelaskan UGM menempatkan Pancasila tidak hanya menjadi diskusi verbal. Tetapi UGM berusaha menempatkan dan membumikannya dalam praktik sehari-hari. Bahkan, saat ditanya soal gerakan Hizbut Tahrir Indonesia, Panut juga dengan tegas menyatakan tidak akan mentolerir gerakan yang berpaham khilafah dan akan dibubarkan pemerintah ini.
Baca: Seratusan Anggota Advokat Pengawal Pancasila Datangi Mabes Polri
Langkah-langkah pihak universitas sudah dilakukan, termasuk memonitor seluruh kegiatan mahasiswa dan dosen di kampus. Bahkan dia menyebutkan soal mata kuliah agama Islam haruslah materi yang rahmatan lil alamin. Islam sebagai rahmat untuk alam semesta.
"Pengelolaan masjid di kampus supaya tidak jadi tempat masuknya gerakan radikal," kata dia.
Dengan Badan Pengelolaan Masjid Kampus yang berisi dosen-dosen dengan beragam aliran, seluruh kegiatan di masjid UGM akan termonitor. Para dosen tersebut akan dilibatkan dalam pengelolaan masjid dalam wadah bernama Lembaga Dakwah Kampus sebagai unsur pembimbing, pembina dan penasihat. Pahamnya adalah Islam yang menaungi dan menjadi rahmatan lil alamin.
Mahasiswa-mahasiswa baru, kata Panut, masih banyak yang belum paham seluk beluk gerakan radikal. Sehingga sangat mudah dimasuki paham yang berpotensi bertentangan dengan Pancasila. Sehingga sejak awal, pengelola universitas memonitor ini.
Orientasi kampus tidak serta merta diserahkan kepada mahasiswa, tetapi pihak universitas bersama dosen akan melaksanakan program di setiap awal tahun akademik ini. "Tidak diserahkan secara independen, takutnya malah jadi tempat bersemainya dan diberikan hal-hal yang tidak kita inginkan " kata Panut.
Panut mengatakan UGM berkomitmen untuk menjadi benteng Pancasila dan mendeklarasikan diri sebagai kampus Pancasilais dan sudah sesuai dengan Tri Dharma perguruan tinggi. Kampus harus bisa mengimplementasikan butir lima sila dalam seluruh kegiatannya.
Masuknya paham HTI di Yogyakarta justru dimulai dari kampus ke kampus. UGM sebagai universitas negeri ini justru menjadi lahan empuk penyebaran paham khilafah seperti, yang diteliti oleh doktor Zuly Qodir, peneliti pada Maarif Institute.
"Masuknya paham itu justru di fakultas Teknik, Kedokteran, Mipa. Dan kini sudah menyebar ke fakultas lain dan universitas lainnya seperti UNY, UII, UMY dan Perguruan tinggi lain," kata Zuly.
Sukamta, anggota DPR RI asal Yogyakarta, mengatakan saat ini ada Rancangan Undang-undang Wawasan Nusantara untuk konsep-konsep dasar negara, kebinekaan dan lain-lain. "Negara juga harus membuat pusat kajian serius untuk kepancasilaan," kata dia.
MUH SYAIFULLAH