TEMPO.CO, Jakarta – Jaksa Agung M. Prasetyo berpendapat, melibatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam penanganan kejahatan terorisme penting dilakukan. “Dalam revisi Undang-Undang Antiterorisme, rasanya perlu melibatkan Tentara Nasional Indonesia,” kata Prasetyo di Dewan Perwakilan Rakyat, Senin, 5 Juni 2017.
Menurut Prasetyo, keterlibatan TNI menangani terorisme akan menjamin antisipasi segala bentuk terorisme. Dia meyakini dengan masuknya TNI, pemberantasan tindak kejahatan terorisme semakin efektif.
Baca: Wiranto Ingin TNI Turun Langsung Berantas Terorisme, Bukan BKO
Prasetyo berujar bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu pada Rabu, 23 Mei 2017, menjadi momen penting untuk mendesak revisi Undang-Undang Antiterorisme. Ia menilai Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme belum cukup ampuh mengakomodasi realitas saat ini.
Prasetyo menuturkan revisi undang-undang tersebut nantinya harus mengarah pada upaya antisipasi tindak terorisme sampai ke akarnya. Dia menilai penanganan terorisme saat ini seperti pemadam kebakaran, yaitu baru ditangani setelah ada kejadian.
Simak: TNI Terlibat Berantas Teroris, Politikus PDIP: Khianati Reformasi
Prasetyo berharap dalam revisi nantinya, ada upaya proaktif dan tegas untuk memberantas terorisme. “Dari delik material diubah delik formal, bisa menjadi landasan untuk langkah hukum,” katanya.
Dia menjelaskan, pengubahan delik tersebut penting untuk mencegah terorisme. Misalnya dengan mulai melakukan langkah hukum atas adanya latihan militer atau kepada sejumlah orang yang pergi ke luar negeri untuk bergabung dengan kelompok teroris.
Melibatkan TNI dalam revisi Undang-Undang Antiterorisme dikritik sejumlah pengamat. Al Araf dari Imparsial, misalnya, menilai TNI sudah terlibat dalam penanganan terorisme melalui Undang-Undang TNI. Ia menyarankan Presiden Joko Widodo membuat aturan teknisnya saja untuk operasional di lapangan, sehingga TNI tak perlu lagi terlibat menangani teroris melalui Undang-Undang Antiterorisme.
DANANG FIRMANTO