TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mencegah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Golkar, Markus Nari, bepergian ke luar negeri terkait dengan penetapan statusnya sebagai tersangka dugaan menghalangi penyidikan dalam kasus Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP.
"Sejak 30 Mei 2017, saudara MN (Markus Nari) dicegah (ke luar negeri) selama 30 hari ke depan," kata juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Febri Diansyah di kantornya, Jakarta, Jumat, 2 Juni 2017.
Baca juga: KPK: Politikus Golkar Markus Nari Tersangka Terkait Kasus E-KTP
KPK, kata Febri, menduga Markus mempengaruhi terdakwa Irman dan Sugiharto pada pemeriksaan dalam sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Irman dan Sugiharto adalah dua pejabat Kementerian Dalam Negeri yang memegang peran penting dalam proyek yang merugikan negara Rp 2,9 triliun tersebut.
Selain itu, ujar Febri, KPK menilai Markus dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung dan tidak langsung pemeriksaan dalam indikasi penyidikan pemberian keterangan yang tidak benar dengan tersangka Miryam S. Haryani. KPK pun menilai Markus melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sebelum penetapan tersangka ini, Febri mengatakan pihaknya mendapatkan informasi dan bukti pada awal Mei saat penggeledahan di rumah Markus. KPK menemukan sejumlah barang bukti berupa perangkat elektronik dan berita acara pemeriksaan atas nama dirinya. "Kemudian kami melakukan pencarian dan penelusuran dari mana MN mendapat copy BAP itu," katanya. Markus saat itu masih menjadi saksi dalam kasus e-KTP.
Simak pula: Setya Novanto dan Markus Nari Ditanya Soal Miryam Haryani
Nama Markus juga muncul dalam dakwaan Irman dan Sugiharto. Markus yang merupakan anggota Komisi II DPR periode 2009-2014 dan 2014-2019 itu disebut-sebut menerima uang sekitar Rp 4 miliar dari proyek pengadaan e-KTP. Namun, saat bersaksi dalam persidangan, Kamis, 6 April 2017, Markus membantahnya.
Markus menjadi tersangka kelima terkait dengan dugaan megakorupsi proyek e-KTP. Selain dua tersangka yang telah menjalani persidangan alias berstatus terdakwa, yakni Irman dan Sugiharto, Andi Agustinus alias Andi Narogong juga ditetapkan sebagai tersangka kasus e-KTP pada 23 Maret 2017. Kemudian, pada 5 April 2017, KPK menetapkan Miryam sebagai tersangka pemberi keterangan tidak benar dalam persidangan kasus e-KTP.
ARKHELAUS W.