TEMPO.CO, Jayawijaya - Pemerintah Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua, mengklaim opini WTP (wajar tanpa pengecualian) yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bukan hasil suap. Dalam laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah (LKP) 2016, benar-benar merupakan hasil kinerja pemerintahan.
"WTP Jayawijaya bukan karena suap. Ini adalah hasil kinerja kami. Tidak ada suap," kata Wakil Bupati Jayawijaya John Banua, di Wamena, Ibu Kota Kabupaten Jayawijaya, Rabu, 31 Mei 2017.
Baca: Wakil Bupati Cianjur Klaim Dapat Opini WTP Murni, Tidak Beli
Menurut John, kasus dugaan pemberian suap Inspektur Jenderal di Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi kepada auditor utama BPK untuk mengubah WDP (Wajar Dengan Pengecualian) menjadi WTP tidak terjadi di Jayawijaya.
Diakuinya, Pemerintah Kabupaten Jayawijaya sering bekerja sama dengan BPK dalam pemeriksaan keuangan, serta menerima rekomendasi untuk perbaikan dan pengelolaan keuangan ke arah yang lebih baik.
Pemerintah Jayawijaya meraih opini WTP sudah 2 tahun berturut-turut yakni 2015 dan 2016. "Rekomendasi yang diberikan oleh BPK langsung kami tindak lanjuti. Misalnya tentang pendapatan penghasilan maupun honor pegawai yang harus dibayarkan melalui nomor rekening, langsung kami laksanakan."
Baca: Ketua BPK Yakin Tak Ada Bolong Audit Laporan Keuangan 2016
Menurut John, Kabupaten Jayawijaya dipersiapkan sebagai percontohan pengelolaan keuangan terbaik di Papua. Karena itu, pemerintah kabupaten selalu melakukan perbaikan pelaporan keuangan dan aset sebagaimana koreksi BPK.
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo menegaskan bahwa suap yang diduga diberikan oleh Inspektur Jenderal di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Sugito kepada Auditor Utama BPK Rochmadi Saptogiri untuk mengubah status laporan wajar dengan pengecualian (WDP) menjadi WTP.
"Ada pembicaraan awal, kejadiannya adalah minta agar ingin naik dari WDP jadi WTP, tolong dibantu, nanti ada sesuatu," kata Agus seusai konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Sabtu, 27 Mei 2017.
Baca: Pejabat BPK Ditangkap KPK, Harry Azhar Sarankan Mundur
Sugito dan pejabat eselon III Kementerian Desa, Jarot Budi Prabowo diduga memberikan suap Rp 240 juta kepada auditor utama BPK Rochmadi Saptogiri dan auditor BPK lain yaitu Ali Sadli. "Pertemuan terjadi antara eselon 1 Kementerian Desa dan auditor BPK," ungkap Agus.
Di ruangan Rochmadi juga ditemukan uang Rp 1,145 miliar dan US $ 3.000 yang belum diketahui kaitannya dengan kasus tersebut. Dalam konferensi pers juga ditunjukkan barang bukti berupa satu kardus dan satu tas yang di dalamnya penuh dengan amplop cokelat dan putih berisi uang.
KPK meyakini mendapat alat bukti yang cukup maka akan ada tersangka lain dalam kasus ini. "Siapa yang terlibat? Sementara tersangka 4 orang. Kalau ada nanti dilanjutkan, dalam proses penyelidikan," tambah Agus.
ANTARA