TEMPO.CO, Jakarta -- Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, mempersilakan Badan Pemeriksa Keuangan melakukan Audit Dengan Tujuan Tertentu dalam proses pengadaan Alat Utama Sistem Persenjataan (alutsista). Namun, ini dilakukan dengan syarat.
"Kalau ada aturannya, silahkan saja. Kalau aturan tidak boleh, jangan melanggar," ujar Ryamizard saat dicegat di Istana Kepresidenan, Selasa, 30 Mei 2017.
Baca: Panglima TNI Umumkan 3 Tersangka Kasus Pembelian Helikopter
Sebagaimana diketahui, pengadaan alutsista menjadi sorotan karena terendusnya unsur korupsi dalam pengadaan helikopter Agusta Westland 101. Salah satunya, ada indikasi penggelembungan harga sehingga keuangan negara dirugikan sekitar Rp 220 miliar dari nilai pembelian helikopter seharga Rp 738 miliar.
Baca: Soal Korupsi Heli AW 101, Cerita Panglima TNI Saat Ditanya Jokowi
Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mulai melakukan penyelidikan kasus ini. Di sisi lain, POM TNI juga sudah menetapkan tiga tersangka yaitu Marsekal Pertama TNI FA selaku pejabat pembuat komitmen, Letkol Adm TNI WW selaku pemegang kas, dan Pembantu Letnan Dua SS yang diduga menyalurkan dana untuk pihak tertentu.
Tak lama setelah penetapan tersangka itu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengajukan permohonan kepada BPK untuk mengaudit proses pengadaan sejumlah alutsista di Kemenhan. Harapannya, agar menjadi jelas mana saja pengadaan yang bermasalah.
Ryamizard menyampaikan bahwa dirinya tidak pernah melarang adanya audit dalam pengadaan alutsista Kementerian Pertahanan. Namun, dia mengaku cukup menyakini pengadaan alutsista selama ini tidak bermasalah dan tidak memperlukan peran langsung dari BPK.
"Inspektorat Jenderal kami berkoordinasi terus dengan BPK kok. Kami juga ada satgas (soal pengadaan alutsista). Prosesnya tidak main-main dan ada koordinasi dengan BPK. Pada akhirnya, yang mengaudit memang BPK. Intinya ada kerjasama," kata dia.
ISTMAN MP