TEMPO.CO, Jakarta - Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo membeberkan tahapan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter militer AgustaWestland (Heli AW 101). Korupsi ini berpotensi kerugian negara sekitar Rp 220 miliar.
"Sama-sama kita mengetahui, pengadaan ini menjadi trending topic dan saya dipanggil Presiden. Presiden menanyakan 'Kenapa terjadi seperti ini? Saya jelaskan di sini bagaimana ceritanya tapi tidak secara panjang lebar," kata Gatot dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Jumat, 26 Mei 2017.
Baca: Panglima TNI Umumkan 3 Tersangka Kasus Korupsi Heli AW 101
Saat konferensi pers, Gatot didampingi Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayor Jenderal TNI Wuryanto, Ketua KPK Agus Rahardjo dan juru bicara KPK Febri Diansyah.
Gatot menjelaskan, pada rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo pada 3 Desember 2015, Serketaris Kabinet Pramono Anung menyimpulkan isi rapat. Dalam risalah Seskab No. 288/seskab.dkk/12/2015 disebutkan bahwa arahan Presiden adalah sebagai berikut:
"Kondisi ekonomi saat ini belum benar-benar normal, maka pembelian helikopter AgustaWestland belum dapat dilakukan. Tapi, kalau kondisi ekonomi sudah lebih baik lagi bisa beli. Jadi untuk saat ini jangan beli dulu."
Baca: Begini Jejak Awal Ribut-ribut Pembelian Heli AW 101
"Pada poin ke-10 Bapak Presiden menyampaikan agar pembelian heli AW 101 dilakukan dengan kerangka kerja sama governtment to government kemudian Seskab membuat surat ke KSAU No. B230/Seskabpolhukam/4/2014 12 April 2016 perihal prediksi realisasi pengadaan Alutsisia 2015-2016. Salah satu pokoknya adalah rencana pengadaan realisasi alutsisa TNI AU produk luar negeri," ungkap Gatot.
Panglima TNI Terbitkan Surat