TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia Ishadi Soetopo Kartosapoetro mengatakan tak mungkin Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diberi wewenang mempidanakan sesuatu. Ishadi mengatakan dirinya tidak setuju jika hal itu dimasukan dalam Rancangan Undang-Undang Penyiaran atau RUU Penyiaran.
"Kalau KPI diberi kewenangan itu, saya membayangkan produser di televisi masuk penjara, lalu penyiar salah baca sedikit bisa masuk penjara," kata Ishadi Soetopo saat ditemui di ruangan fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Nusantara I DPR, Jakarta, Rabu, 24 Mei 2017.
Baca juga: Sidang Kasus E-KTP, Ini Penyebab KPI Kritik Larangan Siaran Live
Ishadi menuturkan pihaknya sangat setuju jika KPI secara kelembagaan diperkuat, terlebih saat ini komunikasi antara stasiun televisi dan KPI semakin baik. Namun dia melihat kewenangan menuntut pidana sebaiknya tak diberikan kepada KPI.
Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari mengatakan kewenangan KPI yang diperkuat, tak berarti bisa melampaui kewenangan penegak hukum. Ia pun memastikan KPI tak akan diberikan kewenangan untuk itu.
Abdul Kharis menjelaskan semua harus melalui proses hukum yang ada. Karena itu sanksi-sanksi yang bisa diberikan oleh KPI akan diperkuat. "Kekuatan menegur, memberi sanksi keras sampai pemberhentian (siaran) akan kami perkuat lagi."
Baca: KPI Tegur RCTI, MNC TV, Global TV dan iNews TV, Ini Penyebabnya
Abdul Kharis mengungkapkan usaha paling penting yang harus dilakukan KPI ke depan adalah langkah preventif, agar tak ada lagi pelanggaran-pelanggaran. KPI, kata Abdul Kharis, harus bisa duduk bersama dengan pelaku industri penyiaran dan memberi arahan terkait dengan penyiaran.
DIKO OKTARA