TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi mengatakan tidak netral dan berpihak merupakan kategori pelanggaran berat bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). “Jika terbukti berpihak sanksinya bisa sampai pemecatan,” ujarnya di Kantor KASN, Jakarta Timur, pada Selasa, 23 Mei 2017. ia menanggapi laporan senator DPD yang masuk ke KASN terkait pemilihan pimpinan DPD lalu.
Sofian mengatakan, dalam membuat keputusan atau melaksanakan tugasnya seorang ASN, dalam hal ini Sekjen DPD Sudarsono Hardjosoekarto, harusnya netral sebagai bentuk profesionalisme dan sikap itu merupakan nilai dasar yang harus dijalankan. “Aparatur negara harus bebas dari politik, bebas dari intervensi partai politik, tidak boleh campur tangan di dalam pengangkatan pejabat,” kata ketua komisi yang baru berdiri selama dua tahun itu.
Baca juga:
Dua Senator Tagih Tindak Lanjut Laporan Pelanggaran Sekjen DPD
Pada kasus dugaan berpihak dan berpolitik yang ditujukan pada Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sudarsono Hardjosoekarto, Sofian menuturkan pihaknya masih harus memeriksa terlebih dahulu seberapa berat pelanggaran yang dilakukan oleh Sudarsono.
Sofian mengatakan, dalam menangani kasus Sudarsono KASN akan mengumpulkan data dan meminta klarifikasi. Jika pengumpulan data sudah cukup, selanjutnya KASN akan melakukan gelar perkara.
Karena kurun waktu kerja KASN untuk satu kasus belum ditetapkan secara hukum, Sofian memperkirakan penyelesaian kasus ini akan memakan waktu berbulan-bulan. “Enggak bisa cepat, karena nggak boleh salah juga. Kita kalau sudah mengenakan sanksi itu harus yakin betul,” ujarnya.
Baca pula:
Kubu GKR Hemas Adukan Sekjen DPD, Dianggap Paksa Dukung OSO
Sofian mengatakan ada tiga kategori pelanggaran ASN, yakni ringan, sedang, dan berat. Sanksinya mulai dari pemanggilan pihak yang melanggar, penurunan gaji/penurunan pangkat/penundaan kenaikan jabatan, dan pemecatan.
Dua senator DPD kubu GKR Hemas, Nurmawati Dewi Bantilan dan Muhammad Asri Anas kembali mendatangi Kantor Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk menagih tindak lanjut atas laporan mereka terkait dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPD Sudarsono Hardjosoekarto. Sebelumnya Nurmawati bersama Anas telah menyambangi Kantor KASN pada 5 Mei 2017 untuk melaporkan Sekjen DPD Sudarsono Hardjosoekarto. Ini merupakan pertemuan kedua mereka dengan KASN.
Polemik di DPD bermula dari adanya Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2016 yang mengatur masa jabatan pimpinan DPD dari lima tahun menjadi dua tahun enam bulan. Beberapa senator DPD mengajukan uji materi terhadap tatib tersebut. Akhirnya MA mengeluarkan putusan pada 30 Maret 2017 yang membatalkan tatib dan mengembalikan masa jabatan pimpinan DPD menjadi lima tahun.
Namun awal April 2017, sebagian anggota DPD menganggap M. Saleh, GKR Hemas, dan Farouk Muhammad sudah demisioner. DPD tetap menjalankan pemilihan pimpinan baru hingga dini hari dan menetapkan Oesman, Nono, dan Darmayanti sebagai pimpinan DPD periode 2017-2019.
Wakil Ketua MA Bidang Nonyudisial Suwardi memandu Oesman, Nono, dan Darmayanti mengucapkan sumpah jabatan. Kepemimpinan yang baru ini tidak diakui sebagian anggota DPD, termasuk Hemas dan Farouk Muhammad.
Saat ini, Hemas melakukan perlawanan lewat jalur hukum, yakni mengajukan permohonan terkait langkah administratif Mahkamah Agung yang memandu sumpah jabatan Oesman, Nono, dan Darmayanti ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.
DWI FEBRINA FAJRIN I S. DIAN ANDRYANTO