TEMPO.CO, Semarang - Dalam sidang perdana hari ini, Senin, 22 Mei 2017, Bupati Klaten nonaktif Sri Hartini didakwa oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menerima suap dan gratifikasi terkait penataan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) yang totalnya mencapai Rp 12 miliar.
"Terdakwa dijerat dengan dakwaan ganda," ujar jaksa penuntut umum Afni Carolina di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Senin, 22 Mei 2017.
Baca juga: Kasus Suap, KPK Dalami Keterlibatan Anak Bupati Klaten
Pada dakwaan pertama, Bupati Klaten nonaktif Sri Hartini didakwa melanggar Pasal 12a Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Menurut Afni, terdakwa didakwa menerima hadiah atau janji berupa uang dengan total sebesar Rp 2,98 miliar yang berkaitan dengan penataan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) baru di lingkungan Pemerintah Kabupaten Klaten. Besaran suap yang disebut sebagai uang syukuran tersebut bervariasi tergantung tingkat jabatan yang akan ditempati.
"Pemberian uang tersebut bertujuan untuk menggerakkan terdakwa berkaitan dengan penataan SOTK baru," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Antonius Widjantono tersebut.
Simak pula: Suap Jabatan, KPK Periksa Anak Bupati Klaten sebagai Saksi
Sementara pada dakwaan kedua, jaksa mendakwa Sri Hartini dengan Pasal 12b Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Terdakwa menerima hadiah atau gratifikasi yang nilainya mencapai Rp 9,17 miliar dari sejumlah orang yang berkaitan dengan berbagai hal di bidang pemerintahan. Gratifikasi itu di antaranya diterima Sri Hartini dari 148 kepala desa berkaitan dengan pengelolaan dana bantuan keuangan desa. Tiap kepala desa memberi dana setoran berkisar antara Rp 7,5 juta hingga Rp 200 juta. Total gratifikasi yang diterima berkaitan dengan pengucuran dana bantuan keuangan desa tersebut mencapai Rp 4,8 miliar.
Atas pemberian uang tersebut, kata dia, terdakwa tidak pernah melaporkan kepada KPK hingga batas waktu yang ditentukan.
Lihat juga: Penyuapnya Mau Disidang, Bupati Klaten Yakin Segera Menyusul
Atas dakwaan jaksa tersebut, Sri Hartini menyatakan sudah memahami dan tidak akan mengajukan tanggapan. Sri Hartini meminta seluruh fakta di balik perkara yang dialaminya diungkap agar dirinya bisa mendapatkan keadilan.
Bupati Klaten nonaktif Sri Hartini ditangkap melalui operasi tangkap tangan KPK pada Jumat pagi, 30 Desember 2016. Dia ditangkap karena diduga menerima setoran dari para pegawai negeri sipil terkait dengan promosi jabatan. Pada Sabtu, 31 Desember 2016, KPK menetapkan Sri Hartini sebagai tersangka penerima suap bersama Kepala Seksi SMP Dinas Pendidikan Klaten Suramlan sebagai tersangka pemberi suap.
ANTARA