TEMPO.CO, Tulungagung – Kepolisian Resor Tulungagung kesulitan mengusut kasus kekerasan seksual yang dialami seorang santriwati sebuah pondok pesantren di Kecamatan Ngunut berinisial EF. Korban mengalami depresi berat sehingga tak bisa memberikan keterangan kepada penyidik.
Wakil Kepala Kepolisian Resor Tulungagung Komisaris I Dewa Gde Juliana mengatakan kondisi EF, 10 tahun, cukup memprihatinkan. “Dia tak bisa dimintai keterangan karena depresi berat,” kata Dewa kepada Tempo, Senin 22 Mei 2017.
Baca: Santriwati di Tulungagung Diduga Menjadi Korban Kekerasan Seksual
Sejak kasus tersebut dibawa ke polisi oleh keluarga dan perangkat desa setempat, polisi langsung melakukan penyidikan. Selain membawa korban ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr Iskak Tulungagung untuk divisum, polisi telah meminta keterangan beberapa orang.
Belum adanya pengakuan dari korban atas peristiwa yang dialaminya, menurut Dewa, menjadi kendala dalam menyidik perkara tersebut. Menurutnya keterangan korban penting didengar karena minimnya saksi atas peristiwa itu. “Kalau tidak ada kaki mana bisa jalan, tapi kasusnya bukan berhenti lho,” tambahnya.
Sejak peristiwa itu EF pulang ke rumah orang tuanya di Desa Betak, Kecamatan Kalidawir. Kepala Desa Betak, Catur Subagio, berharap polisi bisa segera mengungkap dugaan kekerasan seksual yang terjadi di dalam pondok pesantren ini. “Siapa tahu ada korban lain yang tak berani melapor,” katanya.
Simak: Bupati Tulungagung Tutup Kafe yang Menyediakan Penari Telanjang
Menurut Catur, kasus EF menjadi tanggungjawab pemerintah desa lantaran kondisi kedua orang tua korban yang kurang mampu mendampingi anaknya. Usai keluar dari rumah sakit beberapa waktu lalu, korban terus mengurung diri di kamar dan mengunci mulut. Peristiwa ini terungkap saat EF pulang ke rumah orang tuanya pada hari Minggu, 7 Mei 2017.
Saat meninggalkan pondok dan berada di rumah orang tuanya, terjadi perubahan perilaku pada EF. Bocah perempuan yang selalu riang saat bertemu keluarga dan tetangganya ini terlihat murung dan mengurung diri di kamar. Sesekali dia mengeluh sakit pada organ intimnya saat buang air kecil.
Lihat: Gantung Diri, Gadis Korban Perkosaan Kalut Dikejar-kejar Wartawan
Kepada kerabatnya yang disampaikan kepada Catur, EF mengaku menjadi korban kekerasan seksual kakak kelas dan salah satu guru ngajinya. Dua dari kakak kelas yang disebutkan berjenis kelamin perempuan.
Tampaknya mereka sengaja “menyiksa” korban dengan tujuan tertentu. Sedangkan guru ngajinya diakui korban sudah tiga kali memaksa melakukan hubungan badan kepadanya. “Warga menuntut polisi menyelidiki kasus ini di dalam pondok,” kata Catur geram.
HARI TRI WASONO