TEMPO.CO, Tulungagung – Seorang santriwati sebuah pondok pesantren di Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung berinisial EF, 11 tahun, menjadi korban kekerasan seksual oleh guru dan seniornya. Siswi kelas IV madrasah ibtidaiyah di lingkungan pondok itu dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah dr Iskak karena mengalami luka cukup berat pada organ intimnya. Dia juga trauma.
“Sampai sekarang korban belum bisa diajak ngomong, masih sangat ketakutan dan syok,” kata Kepala Desa Betak, Kecamatan Kalidawir, Catur Subagio saat dihubungi, Jumat 19 Mei 2017.
Menurut Catur kasus yang menimpa EF menjadi tanggungjawab pemerintah desa. Sebab, kondisi ekonomi kedua orang tua EF kurang mampu. Ayahnya merantau ke Kalimantan sedangkan ibunya mengalami keterbelakangan mental.
Baca: Ini Penyebab RUU Kekerasan Seksual Diminta Segera Disahkan
Menurut Catur, peristiwa tersebut terungkap saat EF pulang ke Betak, Minggu, 7 Mei 2017 lalu. Tindak-tanduk EF berubah. Gadis kecil yang biasanya periang itu berubah murung dan mengurung diri di kamar. Sesekali dia mengeluh sakit pada organ intimnya saat buang air kecil.
Sambil menangis dia menceritakan peristiwa kekerasan seksual yang dialami kepada ibunya. Pengakuan EF itu diteruskan kepada perangkat desa. Selanjutnya perangkat desa mendampingi ibu EF melapor ke Polres Tulungagung.
Korban juga sempat menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Iskak Tulungagung beberapa hari. “Sekarang sudah dibawa pulang keluarganya,” kata juru bicara RSUD Dr Iskak Mohamad Rifai.
Lihat: Presiden Jokowi Teken Perpu Kebiri
Menurut Catur, EF mengalami depresi berat dan ketakutan. Dia berharap pemerintah memberikan bantuan pemulihan psikologis gadis di bawah umur itu. Sejak kejadian itu EF bersikap tertutup kepada orang yang belum dikenal, apalagi saat ditanya peristiwa yang dialami.
Kepada kerabatnya yang disampaikan kepada Catur, EF mengaku menjadi korban kekerasan seksual kakak kelas dan salah satu guru ngajinya. Dua dari kakak kelas itu disebutkan berjenis kelamin perempuan. Tampaknya mereka sengaja “menyiksa” korban dengan tujuan tertentu. Sedangkan guru ngajinya diakui korban sudah tiga kali memaksa melakukan hubungan badan. “Warga menuntut polisi menyelidiki kasus ini di dalam pondok itu,” kata Catur geram.
Lihat: Komnas Anak: Pelaku Kejahatan Seksual terhadap Anak Pantas Dikebiri
KBO Reskrim Polres Tulungagung Inspektur Satu Hery Poerwanto mengatakan polisi sudah menerima laporan tersebut dan tengah melakukan penyelidikan. Kasusnya, kata dia, sedang ditangani Unit Perlindungan Perempuan dan Anak. “Kami masih memeriksa saksi-saksi, belum mengarah tersangka,” katanya.
Sementara itu sejak kasusnya terungkap, pengurus pondok pesantren tempat korban belajar menutup diri. Tak satupun dari pengasuh ataupun pengurus pondok yang bersedia memberikan keterangan terkait peristiwa yang menimpa siswinya.
HARI TRI WASONO