TEMPO.CO, Mojokerto – Sebagian besar warga tiga dusun di Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, yang wilayahnya diduga terdampak pencemaran limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dinyatakan mengalami peradangan kulit atau dermatitis.
“Dari 72 warga Dusun Sambigembol yang memeriksakan kesehatannya, separonya mengalami dermatitis,” kata Kepala Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Jetis Eka Y. Setyawan di Balai Dusun Sambigembol, Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Mojokerto, Senin, 15 Mei 2017.
Baca: Warga Mojokerto Terdampak Limbah Beracun Tuntut Air Bersih
Petugas tiga puskesmas melakukan pemeriksaan kesehatan pada warga tiga dusun yang terdekat dengan kawasan pabrik perusahaan pengelola limbah B3 PT Putera Restu Ibu Abadi (PRIA). Warga yang diperiksa berasal dari Dusun Sambigembol, Kedungpalang, dan Sumberwuluh.
Pemeriksaan ini melibatkan petugas dari Puskesmas Jetis, Dawarblandong, dan Kupang. “Pemeriksaan dilakukan di tiga balai dusun setempat. Jika ditotal warga yang memeriksakan kesehatan mereka lebih dari 100 orang,” kata Eka.
Simak: Limbah Beracun PT PRIA Diduga Cemari Irigasi, Warga Lapor Polisi
Bidan Puskemas Pembantu Desa Lakardowo yang ikut memeriksa warga, Sri Hartuti, mengatakan selain dermatitis, beberapa warga baik balita maupun dewasa hingga lanjut usia ada yang mengalami Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), scabies, dan pusing. “Dermatitis penyebabnya macam-macam, bisa dari air yang tercemar,” katanya.
Namun apakah penyakit itu disebabkan air sumur yang tercemar oleh limbah B3 yang dikelola PT PRIA atau sebab lainnya, menurut Sri, butuh penelitian dan pembuktian. “Kami tidak tahu, butuh penelitian lebih lanjut,” katanya.
Sri menuturkan warga mengalami dermatitis secara massal baru terjadi dalam dua tahun terakhir. “Dulu memang tidak ada yang mengalami dermatitis sampai massal (banyak) seperti ini,” katanya.
Lihat: DPR Tinjau Izin Perusahaan Limbah B3 di Mojokerto
Warga menuduh penyebab dermatitis dengan gejala kulit gatal dan meradang itu akibat air sumur yang mereka pakai telah tercemar limbah B3 yang ditimbun PT PRIA sejak tahun 2010. Dampak dermatitis mulai dirasakan terutama dalam dua tahun terakhir.
Data yang dihimpun Kelompok Perempuan Peduli Lakardowo menyatakan ada lebih dari 300 warga yang mengalami dermatitis dan sebagian besar usia balita atau anak-anak.
“Selain dermatitis, kami juga mengalami ISPA akibat polusi udara dengan bau yang menyengat dari pabrik PT PRIA,” kata Ketua Kelompok Perempuan Peduli Lakardowo, Sutama.
Baca juga: DPR Desak Kementerian Audit Lingkungan PT PRIA di Mojokerto
Keberadaan PT PRIA sebagai satu-satunya pengelola limbah B3 di Jawa Timur jadi polemik. Sebab perusahaan ini dituding menimbun ribuan ton limbah B3 baik padat maupun cair saat membangun pabrik pada tahun 2010. Diduga limbah B3 tersebut merembes dan mencemari air tanah di sumur-sumur warga.
Namun tuduhan itu dibantah manajemen PT PRIA. “Tidak ada penimbunan, semua kami musnahkan dan ada yang diolah jadi barang yang bermanfaat,” kata bos PT PRIA Tulus Widodo saat kunjungan Komisi Bidang Lingkungan Hidup Dewan Perwakilan Rakyat ke PT PRIA, November 2016.
Hal yang sama dikatakan Manajer Pengembangan Bisnis PT PRIA Christine Dwi Arini. “Isu itu sudah lama. Dan kalau memang benar silakan dibuktikan,” katanya.
Atas pengaduan warga, tim auditor independen yang ditunjuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) tengah melakukan audit lingkungan pada PT PRIA. Audit lingkungan ini dilakukan berdasarkan rekomendasi DPR setelah rapat dengar pendapat dengan Kementerian LHK, manajemen PT PRIA, dan perwakilan warga, Desember 2016 lalu di Jakarta.
ISHOMUDDIN