TEMPO.CO, Jakarta - Dua mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto mengkritisi sikap anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mengusung hak angket KPK. Ditempat berbeda, keduanya menolak adanya hak angket KPK tersebut yang digulirkan DPR, menurut mereka hal tersebut menjadi indikasi adanya kepentingan untuk mengkerdilkan pemberantasan korupsi.
“DPR perlu segera insyaf i dan koreksi diri, jangan ditunggangi orang-orang yang panik dengan aksi hak angket yang membuktikan fraksi-fraksi pendukungnya gagal paham tentang substansi hak angket,” kata Busyro Muqoddas kepada Tempo, Selasa, 2 Mei 2017.
Baca juga:
Polemik Hak Angket, Bambang Widjojanto: KPK Diincar Sakaratul Maut
Hak Angket KPK, Bambang Widjojanto: KPK Dianggap Musuh Bersama
Busyro menyebutkan beberapa bukti tentang bukti konsistensi KPK. “Bukti bahwa pimpinan KPK masih bisa diandalkan integritasnya adalah dengan membongkar gurita mafia skandal e-KTP selain mafia daging sapi yang menyeret eks hakim MK (Patrialis Akbar) serta pengusaha impor daging Basuki (Hariman) dan lainnya, termasuk skandal korupsi BLBI secara tuntas, jujur, dan terbuka,” kata dia.
Bambang Widjojanto mengatakan pula, makin jelas berbagai usaha untuk menempatkan KPK sebagai musuh bersama para pelaku kejahatan. “Ada indikasi yang tak terbantahkan, para aktor pelaku kejahatan, nampaknya telah menempatkan KPK sebagai musuh bersamanya yang akan mengenyahkan KPK dari peta bumi penegakan hukum,” katanya kepada Tempo, Ahad, 30 April 2017.
Baca pula:
Pengamat: Partai Penolak Hak Angket KPK Jangan-jangan Pencitraan
Partai Politik Penolak Hak Angket KPK Bantah Tudingan Pencitraan
Menurut Bambang, hak angket KPK adalah fakta unfairness, tidak berkeadilan dan diskriminasi. “Karena DPR, ternyata, menyimpan masalah akut pada dirinya sendiri,” kata Bambang Widjojanto sembari menyebutkan beberapa kasus yang dalam pandangannya lebih layak dijadikan hak angket dibandingkan hak angket KPK yang ketuk palu Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah seolah tergesa-gesa.
“Ketua BPK menyatakan, ada indikasi perjalanan fiktif anggota Dewan hingga mencapai Rp 945,4 miliar," kata Bambang Widjojanto, menyebut salah satunya yang menurut dia justru lebih layak diangkat menjadi hak angket DPR.
S. DIAN ANDRYANTO
Simak:
Bambang Widjojanto Tunjukkan Kasus-kasus Layak Hak Angket DPR