TEMPO.CO, Sragen - Cucu Sodimejo alias Mbah Gotho, Suryanto, mendapat firasat kakeknya akan meninggal saat di rumah sakit. Kepada Suryanto dan sejumlah cucunya, Mbah Gotho berpesan agar keluarga mengikhlaskan kepergiannya sewaktu-waktu.
“Meski sudah sejak lama menunggu mati, si Mbah baru sekali menyampaikan pesan seperti itu,” kata Suryanto dengan mata berkaca-kaca seusai upacara pemakaman Mbah Gotho di Dusun Segeran, Desa Cemeng, Kecamatan Sambungmacan, Sragen, Jawa Tengah, pada Senin siang, 1 Mei 2017.
Baca juga: Pemkab Sragen Akan Pikirkan Cara Mengenang Mbah Gotho
Mbah Gotho, yang diklaim sebagai manusia tertua di dunia, meninggal di rumahnya pada Ahad pukul 17.45. Merujuk pada tanggal lahir yang tertera di kartu tanda penduduknya, 31 Desember 1870, Mbah Gotho meninggal di usia 146 tahun.
Di balik kisah payahnya selama menunggu ajal, Mbah Gotho juga masih menyimpan secercah harapan untuk sembuh dari penyakit yang memaksanya terbaring lemah di ranjang RSUD Dr. Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen selama enam hari, 12-17 April 2017.
“Saat itu Simbah bilang seandainya bisa sembuh mau menengok cucunya yang tinggal di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur,” kata Suryanto.
Simak pula: Mbah Gotho, Manusia Tertua di Dunia, Sudah Pesan Nisan Sejak 1992
Cucu yang hendak ditengok Mbah Gotho itu adalah Suparmi, 50 tahun, kakak kandung Suryanto. Meski tinggal di Ngawi, Suparmi sering ke rumah Suryanto untuk turut merawat Mbah Gotho. “Sebelum Simbah sakit pun Mbak Parmi sering ke sini,” kata Suryanto yang bersama istrinya setia merawat Mbah Gotho di rumahnya.
Suryanto mengaku tidak tahu secara pasti alasan Mbah Gotho ingin ke Ngawi. Menurut dia, sejak lahir hingga meninggal, Mbah Gotho tidak pernah meninggalkan Kecamatan Sambungmacan. Apakah lantaran Mbah Gotho punya kenangan manis di Ngawi? “Si Mbah tak pernah cerita soal kehidupan asmaranya. Lagi pula semua istri si Mbah juga dari Sragen,” kata Suryanto.
DINDA LEO LISTY