TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan pemilihan umum serentak bukannya irit anggaran, tapi membengkak hingga 200 persen. Hal tersebut disampaikan Tjahjo seusai menjadi keynote speaker dalam seminar nasional Asosiasi Ilmu Politik XXVII tentang Pemilihan Umum Serentak 2019 di Universitas Gadjah Mada, Kamis, 27 April 2017.
"Bayangan saya jadi menteri pertama, pilkada serentak 2015 akan hemat. Tapi mohon maaf, ternyata lebih membengkak hampir 200 persen," kata Tjahjo, Kamis.
Baca: DPR Minta KPU Mengevaluasi Lagi Anggaran Pilkada Serentak 2018
Alasan Komisi Pemilihan Umun, kata dia, harga pembelian logistik selama lima tahun pasti meningkat. Namun juga dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain. Kalau dulu kendaraan operasional bisa pinjam pemerintah daerah, kini beli mobil.
"Efisiensinya tidak ada," katanya.
Baca Juga:
Sama halnya dengan pemilihan umum kepala daerah serentak pada 2017. Dana yang dibutuhkan Komisi Pemilihan Umum juga membengkak sama jika tiap hari ada pemilihan kepala daerah.
"Kami ingin bagaimana pemilihan umum serentak efisien. Memang ukuran suskesnya kegiatan politik tidak bisa dinilai dengan uang, biaya politik itu besar sekali," kata Tjahjo.
Ia juga mencontohkan jika calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat saja biayanya hingga miliaran rupiah. Apalagi biaya pemilihan umum yang mencapai triliunan rupiah.
Yang paling penting, kata dia, partisipasi masyarakat, tidak ada politik uang, jaminan kebebasan menyampaikan sikap, dan etika. Jika pemilihan umum bisa serentak, kata dia, bisa membangun hubungan tata kelola pemerintah pusat dengan daerah.
Baca: Menteri Tjahjo Minta Daerah Segera Cairkan Dana Pilkada
Hasyim Asy'ari, anggota Komisi Pemilihan Umum, menyatakan, dalam tata kelola pemilu 2019, ada dua topik yang berpengaruh terhadap perencanaan operasional KPU sebagai penyelenggara. Kedua topik tersebut adalah tentang sistem pemilu yang akan diterapkan dan kejelasan tentang yang dimaksud dengan keserentakan pemilu.
"Efektivitas sistem pemilu diukur dari apakah sistem itu mampu menghasilkan sistem politik yang stabil atau tidak," katanya.
Ihwal pemilu serentak, ada dua varian, yaitu pemilu serentak untuk memilih sekaligus anggota Dewan Perwakilan Rakyat, DPD, DPRD Provinsi/kota/kabupaten, presiden dan wakil presiden, gubernur dan wakilnya, serta bupati/wali kota dan wakil. Pemilu serentak ini disebut pemilu tujuh kotak.
Kedua, pemilu serentak nasional dan daerah. Pemilu serentak nasional adalah memilih anggota DPR, DPD, presiden, dan wakil presiden. Pemilu serentak daerah adalah memilih anggota DPRD provinsi/kota/kabupaten, gubernur dan wakilnya, serta wali kota/bupati dan wakilnya.
MUH. SYAIFULLAH