TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan perbuatan tersangka kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Syafruddin A. Tumenggung, menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 3,7 triliun.
"Hasil restrukturisasi adalah Rp 1,1 triliun dinilai sustainable dan ditagihkan. Sedangkan yang Rp 3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi, sehingga seharusnya masih ada kewajiban obligor sebesar Rp 3,7 triliun yang belum ditagihkan," kata Basaria Pandjaitan, Wakil Ketua KPK, di kantornya, Jakarta, Selasa, 25 April 2017.
Baca juga:
Syafruddin Tumenggung Tersangka BLBI, Sjamsul Nursalim Dibidik
Basaria menjelaskan, kasus tersebut berawal ketika Syafruddin menjabat Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada April 2002. Lalu, pada Mei 2002, Syafruddin menyetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) atas proses likuidasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.
Namun, ucap Basaria, pada April 2004, Syafruddin malah mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL (surat keterangan lunas) terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang memiliki kewajiban kepada BPPN.
Baca pula:
Kasus BLBI, KPK Tetapkan Syafruddin A. Tumenggung Jadi Tersangka
"Namun, pada April 2004, tersangka SAT selaku Ketua BPPN mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban pemegang saham terhadap Sjamsul Nursalim atas kewajibannya terhadap BPPN, padahal seharusnya waktu itu ada kewajiban Sjamsul yang saya sebutkan tadi," ujar Basaria.
KPK menjerat Syafruddin dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebelumnya, KPK secara resmi menetapkan Syafruddin sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi BLBI.
Silakan baca:
KPK Teruskan Penyelidikan BLBI, Sudah Klarifikasi Kwik Kian Gie
Pengamat Hukum: Kasus BLBI Rumit, Semoga KPK Bisa Tuntaskan
Kasus korupsi penerbitan SKL yang dikeluarkan BPPN berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 saat kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri terus bergulir setelah ekonom Kwik Kian Gie diperiksa Kamis lalu. Keputusan penerbitan SKL itu telah mendapatkan masukan dari Menteri Keuangan periode 2001-2004, Boediono; Menteri Koordinator Perekonomian periode 2001-2004, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti; dan Laksamana Sukardi.
Dari Rp 144,5 triliun dana BLBI yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional, Rp 138,4 triliun di antaranya tidak dikembalikan sehingga merugikan negara. Sebelum pimpinan KPK periode 2011-2015 lengser, gelar perkara BLBI telah dilakukan. Hasilnya, beberapa pihak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Namun belum ada surat perintah penyidikan (sprindik) mengenai penetapan tersangka kasus tersebut.
GRANDY AJI | S. DIAN ANDRYANTO