TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo memaklumi munculnya sejumlah kritik atas rencana pengajuan hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi. Penyebabnya, salah satu materi hak angket adalah mendesak KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
“Soal penolakan berbagai pihak, saya dapat memahaminya. Saya sendiri tidak happy. Namun, sebagai pemimpin komisi, saya juga tidak bisa mentorpedo (mengarahkan) keputusan komisi,” ujar Bambang saat dihubungi Tempo, Senin, 24 April 2017.
Baca: Hak Angket DPR terhadap KPK Soal Miryam, ICW: Itu Salah Sasaran
Dia mengimbau semua pihak menahan diri dan tak terpicu oleh polemik pengajuan hak angket tersebut. “Tidak perlu saling menyerang antarlembaga negara dan antaranak bangsa,” ucapnya.
Komisi Hukum, tutur dia, masih akan membahas usul hak angket. Keputusan penggunaannya pun masih bergantung pada hasil rapat paripurna yang dihadiri 560 anggota. Keputusan itu bisa diambil melalui pemungutan suara atau aklamasi.
Namun Bambang belum bisa memastikan kapan rapat paripurna bakal digelar. “Saya belum tahu jadwal paripurna, karena itu domain pimpinan DPR, bukan domain komisi, apalagi anggota,” katanya.
Baca: Sikapi Hak Angket DPR Terkait Miryam, KPK Konsolidasi Internal
Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah salah satu yang menyatakan tidak setuju dengan langkah Komisi Hukum mengajukan hak angket ke KPK. ICW mempertanyakan urgensi penggunaan hak tersebut dalam penyidikan kasus e-KTP.
ICW menyayangkan bila hak angket menjadi upaya penyelamatan DPR. Pasalnya, sejumlah nama anggota DPR disebut dalam dakwaan korupsi proyek e-KTP.
KPK juga menolak usul tersebut karena pemeriksaan Miryam masih berlangsung. "Kan, masih penyidikan. Kalau BAP-nya dibuka, kan, belum dong," kata Ketua KPK Agus Rahardjo.
YOHANES PASKALIS